Jumat, 18 Oktober 2013

Wakalah

WAKALAH
PENDAHULUAN
Pada perbankan syariah terdapat beberapa jenis pembiayaan, antara lain pembiayaan mudharabah, murabahan, salam, istishna’, dan ijarah. Dalam perkembangannya, bank syariah harus mengikuti perkembangan kebutuhan nasabah yang semakin bervariasi.Banyaknya variasi kebutuhan nasabah menyebabkan munculnya jenis-jenis pembiayaan baru.Salah satu jenis dari pembiayaan tersebut adalah pembiayaan wakalah, yang dalam prakteknya akad wakalah dapat digunakan dalam berbagai bidang.
Wakalah secara bahasa adalah al-hifdz, al-kifayah, al-dhaman dan tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat). Secara istilah Wakalah adalah Pemberian kewenangan/kuasa kepada pihak lain tentang hal yang harus dilakukannya dan penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. 
Wakalah adalah merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama. 
Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu. Jika perwakilan tersebut bersifat terikat, maka wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya. Menurut Madzhab Imam Syafi’i, apabila yangmewakili menyalahi aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan tersebut batal. [1]
Kalau dikaitkan dengan aktivitas ekonomi, maka fungsi wakalah sangat penting karena seseorang yang mempunyai keterbatasan tertentu bisa mewakilkan urusan atau pekerjaannya untuk diwakili kepada orang yang mampu dalam urusan tersebut. 

PEMBAHASAN
Wakalahmerupakan salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah dapat diterima, selain akad-akad lainnya seperti akad murabahah, akad mudharabah, akad musyarakah dan akad-akad lainnya.Secara etimologis Wakalah memiliki beberapa pengertian yang diantaranya adalah: (al-hifzh) yang berarti perlindungan, atau (al-kifayah) yang berarti pencukupan, atau (al-dhamah) tanggungan, atau (al-tafwidh) berarti pendelegasian yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Wakalah dapat pula di definisikan:
a.Wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang / satu pihak sebagai pihak pertama kepada orang / pihak lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yangdiwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebataskuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Apabila kuasa itu telahdilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawabatas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya kembali menjadi pihak pertamaatau pemberi kuasa.
b.Wakalah dapat pula berarti penyerahan, pemberian mandat, atau pendelegasian.  

Hadits Nabi:

“Ibnu Sha’id dan Muhammad bin Harun Al Hadhrami menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Hushain, dari salah seorang Syaikh, penduduk kota Madinah, dari Hakim bin Hizam, bahwa Rasulullah SAW memberinya satu dinar agar ia membeli seekor kambing korban. Maka ia pun membeli seekor kambing korban dengan harga satu dinar. Kemudian ia menjualnya dengan harga dua dinar. Lalu ia membeli seekor kambing lagi seharga satu dinar. Ia pun kembali dengan uang satu dinar dan seekor kambing. Rasulullah SAW kemudian menyedekahkan uang satu dinar tersebut dan mendoakan keberkahan baginya.”[2]
Hadits lain:






“Ishak bin Muhammad bin Al Fadhl Az-Zayyat menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Sa’id bin Zaid menceritakan kepada kami, Az-Zubair bin Al Harits menceritakan kepada kami dari Abu Labid, dari Urwah bin Abu Al Ja’d Al Bariqi bahwa Rasulullah SAW bertemu dengan sesorang pembawa binatang yang biasa untuk dijual. Beliau kemudian memberinya satu dinar dan berkata,”Belikan seekor kambing untuk kami.”Urwah berkata, “Orang itu pun pergi membeli dua ekor kambing dengan satu dinar.Dalam perjalanan ia bertemu dengan seorang laki-laki dan kemudian menjual seekor kambingnya kepada laki-laki tersebut seharga satu dinar.”Urwah berkata kembali. “Ia lalu mendatangi Rasulullah SAW dengan seekor unta dan uang satu dinar.” Rasulullah SAW lalu bersabda kepadanya,”Semoga Allah memberkahi jual belimu.”Ia berkata,”Aku kemudian berdiri di Kunasah, dan aku tetap seperti itu hingga aku mendapatkan untung sebesar empat ribu.”[3]
Penjelasan:
1.     Hadits tersebut menunjukkan bahwa seorang wakil apabila disuruh oleh orang yang mewakilkan: Belikan seekor kambing dengan harga satu dinar sambil menyebutkan sifat kambing tersebut, maka si wakil tadi boleh membelikan dengan satu dinar itu dua ekor kambing,asal sifat kambing itu sesuai dengan yang diminta oleh orang yang mewakilkan tadi. Demikian itu, karena apa yang dimaksud oleh orang yang mewakilkan telah tercapai, bahkan si wakil dapat menambah satu kebaikan. Demikian pula halnya, kalau wakil itu disuruh menjual seekor kambing dengan harga satu dirham, lalu ia menjualnya laku dua dirham. Atau ia disuruhnya membeli dengan satu dirham, lalu ia (dapat) membelinya dengan setengah dirham. Cara demikian itu dipandang sah menurut kalangan Syafi’iyah.
2.     “Kemudian ia menjualnya dengan harga dua dinar” itu menunjukkan sahmya menjual sesuatu yang lebih dari yang telah ditentukan (Al-Fudl-la). Begitulah pendapat imam Malik, Ahmad dan juga Syafi’ie dalam qaul qadimnya, yan dikuatkan oleh Imam Nawawie. Begitulah yang diriwayatkan dari sekelompok ulama salaf.
3.     Perkataan “Lalu ia membeli seekor kambing lagi” itu menunjukkan bahwa binatang kurban itu tidak menjadi sebagai kurban semata-mata dibeli untuk itu, bahkan boleh dijual untuk ditukar dengan yang serupa atau yang lebih baik.
4.     “Rasulullah kemudian menyedekahkan uang satu dinar tersebut”, sekelompok ulama menjadikannya sebagai dasar bahwa: Barangsiapa menemui harta syubhat, yang tidak diketahui pemiliknya, maka hendaknya ia menyedekahkannya. Segi kesyubhatannya di sini ialah: Bahwa Nabi saw. tidak mengizinkan untuk menjual binatang kurban tersebut. Kemungkinan anjuran untuk menyedekahkannya itu karena uang tersebut telah dikeluarkan untuk taqarrub kepada Allah melalui korban itu, karena itu Nabi saw. tidak suka memakan hartanya.

Ijma’:
Para ulama bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya Wakalah.Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa.Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah.

Ketentuan tentang Wakalah:[4]
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakankontrak (akad).
2. Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

Rukun dan Syarat Wakalah:[5]
Menurut kelompok Hanafiah, rukun Wakalah itu hanya ijab qabul.Ijab merupakan pernyataan mewakilkan sesuatu dari pihak yang memberi kuasa dan qabul adalah penerimaan pendelegasian itu dari pihak yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan sesuatu lafaz tertentu.
Menurut Jumhur ulama tidak sependapat dengan pandangan kelompok hanafiah. Mereka berpendirian bahwa rukun dan syarat Wakalah itu adalah sebagai berikut:
a.Pihak yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
i.Seseoarang / institusi yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
ii.Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak ataumukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasayang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila. Menurutpandangan Imam Syafi’I anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhakmemberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secaramutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dariseorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapatmendatangkan manfaat baginya.

b.Pihak yang mewakili. (Al-Wakil)
i.Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.
ii.Seseorang / Institusi yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa. Iniberarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas,kecuali atas kesengajaanya.
c.Obyek / kegiatan yang diwakilkan. 
i.Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa. 
ii.Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatuyang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dansejenisnya. Selain itu hal-hal yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.
iii.Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ahIslam.
d.Shighot
i.Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini.
ii.Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa
iii.Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.

Berakhirnya Wakalah
Yang menyebabkan Wakalah menjadi batal atau berakhir adalah:
a.      Bila salah satu pihak yang berakad Wakalah itu gila.
b.     Bila maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan.
c.      Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
d.     Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang dikuasakan.

Penerapan Wakalah Dalam Institusi Keuangan
Akad Wakalah dapat diterapkan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalambidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
A.Transfer/ Pengiriman Uang 
Transfer uang adalah kegiatan yang menggunakan konsep akad Wakalah, yang diawali dengan permohonan nasabah sebagai Al-Muwakkil kepada kantor pos/ bank/ western union  sebagaiAl-Wakil untuk melakukan permohonan kepada kantor pos/ bank/ western union  untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain. Contoh akad wakalah dalam transfer uang sebagai berikut:
Wesel Pos / Western Union
     Dalam transfer wesel pos / Western Union, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
Transfer uang melalui suatu bank
     Pada transfer melalui bank, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai atau memberi kuasa untuk mendebet rekeningnya kepada bank yang merupakan AlWakil, selanjutnya bank tidak menyerahkan uang tunai tersebut secara langsung kepada penerima uang, tapi bank mengirimkan uang tersebut dengan mengkredit rekening penerima.
Transfer melalui ATM
     Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untukmengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkilkepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam skema ini, Nasabah Al-Muwakkil memintabank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untukmenambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan padarekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.


B. Letter Of Credit Impor 
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee.Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi.
Akad Wakalah bil Ujrah
1.Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
2.Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3.Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh
1.Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2.Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3.Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
4.Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah
1.   Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
2.   Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Hiwalah
1.   Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2.   Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3.   Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
4.   Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barangyang diimpor.
C. Letter of Credit Ekspor
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
Akad Wakalah bil Ujrah
1.     Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2.     Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelahdikurangi ujrah
3.     Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam persentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah
1.Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkandalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
2.Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
3.Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
4.Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance).
5.Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk Pembayaran ujrah, pengembalian danamudharabah, danpembayaran bagi hasil.
6.Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuknominal, bukan dalam bentuk persentase.
D. Investasi Reksadana Syariah 
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal. 
E. Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSNMUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya dan menginvestasikan premi yang dibatyarkan ke dalam tabungan maupun ke dalam produk investasi seperti sukuk, saham dan reksadana syariah.

PENUTUP
Wakalah adalah Pemberian kewenangan/kuasa kepada pihak lain tentang hal yang harus dilakukannya dan penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan. Wakalah merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama. 
Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu. 
Dalam hal ini wakalah ditetapkan boleh dilakukan dan diakui sebagai ikatan kontrak yang disyariatkan. Dari dasar hukum ibahah (diperbolehkan), al-wakalah bisa memiliki muatan sunnah, makruh, haram atau bahkan wajib, sesuai dengan motif pemberi kuasa, pekerjaan yang dikuasakan atau faktor lain yang melingkupi. Al-Wakalah merupakan jenis kontrak ja'iz min at-tharafain, yakni bagi kedua pihak berhak membatalkan ikatan kontrak, kapanpun mereka menghendaki.Pemberi kuasa (al-muwakkil) berhak mencabut kuasa dan menghentikan penerima kuasa (al-wakil) dari pekerjaan yang dikuasakan.Begitu pula sebaliknya, bagi penerima kuasa (al-wakil) berhak membatalkan dan mengundurkan diri dari kesanggupannya menerima kuasa.




[2]Al Imam Al Hafizh Ali bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm. 19. Sanadnyadha’if. HR. Abu Daud (3386) dari Sufyan. Menurutku, didalam sanadnya terdapat perawi Majhul, dan at-Tirmidzi (1257) dari Abu Hushain dari Hubaib bin Abu Tsabit, dari hakim bin Hizam secara marfu’ sedangkan Hubaib belum pernah mendengar dari hakim Hakim bin Hizam.
[3]Al Imam Al Hafizh Ali bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm. 20. Sanadnya hasan. HR. Ibnu Majah (2402), At-Tirmidzi (1258), Abu Daud (3384) dari Az-Zubair bin Al Harits, dan Al Bukhari (bab: Al Manaqib, no. 3642) dari Syabib bin Ghaqadah. Ia berkata,”Aku dengar kabilahku Al Hayyin meriwayatkan dari Urwah bahwa SAW… ia lalu menyebutkan riwayat di atas.”

[4]Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, No: 10/ DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar