WAKALAH
Pada perbankan syariah
terdapat beberapa jenis pembiayaan, antara lain pembiayaan mudharabah,
murabahan, salam, istishna’, dan ijarah. Dalam perkembangannya, bank syariah
harus mengikuti perkembangan kebutuhan nasabah yang semakin bervariasi.Banyaknya
variasi kebutuhan nasabah menyebabkan munculnya jenis-jenis pembiayaan
baru.Salah satu jenis dari pembiayaan tersebut adalah pembiayaan wakalah, yang
dalam prakteknya akad wakalah dapat digunakan dalam berbagai bidang.
Wakalah
secara bahasa adalah al-hifdz, al-kifayah, al-dhaman dan tafwidh (penyerahan,
pendelegasian, dan pemberian mandat). Secara istilah Wakalah adalah Pemberian
kewenangan/kuasa kepada pihak lain tentang hal yang harus dilakukannya dan
penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang
ditentukan.
Wakalah adalah merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama.
Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu. Jika perwakilan tersebut bersifat terikat, maka wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya. Menurut Madzhab Imam Syafi’i, apabila yangmewakili menyalahi aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan tersebut batal. [1]
Wakalah adalah merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama.
Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu. Jika perwakilan tersebut bersifat terikat, maka wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya. Menurut Madzhab Imam Syafi’i, apabila yangmewakili menyalahi aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan, maka tindakan tersebut batal. [1]
Kalau
dikaitkan dengan aktivitas ekonomi, maka fungsi wakalah sangat penting karena
seseorang yang mempunyai keterbatasan tertentu bisa mewakilkan urusan atau
pekerjaannya untuk diwakili kepada orang yang mampu dalam urusan tersebut.
PEMBAHASAN
Wakalahmerupakan salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah dapat
diterima, selain akad-akad lainnya seperti akad murabahah, akad mudharabah,
akad musyarakah dan akad-akad lainnya.Secara etimologis Wakalah memiliki
beberapa pengertian yang diantaranya adalah: (al-hifzh) yang berarti perlindungan,
atau (al-kifayah) yang berarti pencukupan, atau (al-dhamah)
tanggungan, atau (al-tafwidh) berarti pendelegasian yang
diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan. Wakalah dapat
pula di definisikan:
a.Wakalah berarti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang /
satu pihak sebagai pihak pertama kepada orang / pihak lain sebagai pihak kedua
dalam hal-hal yangdiwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan
sesuatu sebataskuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. Apabila
kuasa itu telahdilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan
tanggung jawabatas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya kembali menjadi
pihak pertamaatau pemberi kuasa.
b.Wakalah dapat pula berarti penyerahan, pemberian mandat,
atau pendelegasian.
Hadits
Nabi:
“Ibnu Sha’id dan
Muhammad bin Harun Al Hadhrami menceritakan kepada kami, keduanya berkata:
Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada
kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Hushain, dari salah seorang
Syaikh, penduduk kota Madinah, dari Hakim bin Hizam, bahwa Rasulullah SAW
memberinya satu dinar agar ia membeli seekor kambing korban. Maka ia pun
membeli seekor kambing korban dengan harga satu dinar. Kemudian ia menjualnya
dengan harga dua dinar. Lalu ia membeli seekor kambing lagi seharga satu dinar.
Ia pun kembali dengan uang satu dinar dan seekor kambing. Rasulullah SAW
kemudian menyedekahkan uang satu dinar tersebut dan mendoakan keberkahan
baginya.”[2]
Hadits lain:
“Ishak bin Muhammad bin
Al Fadhl Az-Zayyat menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada
kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim menceritakan
kepada kami, Sa’id bin Zaid menceritakan kepada kami, Az-Zubair bin Al Harits menceritakan
kepada kami dari Abu Labid, dari Urwah bin Abu Al Ja’d Al Bariqi bahwa
Rasulullah SAW bertemu dengan sesorang pembawa binatang yang biasa untuk
dijual. Beliau kemudian memberinya satu dinar dan berkata,”Belikan seekor kambing untuk kami.”Urwah berkata, “Orang itu pun
pergi membeli dua ekor kambing dengan satu dinar.Dalam perjalanan ia bertemu
dengan seorang laki-laki dan kemudian menjual seekor kambingnya kepada
laki-laki tersebut seharga satu dinar.”Urwah berkata kembali. “Ia lalu
mendatangi Rasulullah SAW dengan seekor unta dan uang satu dinar.” Rasulullah
SAW lalu bersabda kepadanya,”Semoga Allah memberkahi jual belimu.”Ia
berkata,”Aku kemudian berdiri di Kunasah, dan aku tetap seperti itu hingga aku
mendapatkan untung sebesar empat ribu.”[3]
Penjelasan:
1.
Hadits
tersebut menunjukkan bahwa seorang wakil apabila disuruh oleh orang yang
mewakilkan: Belikan seekor kambing dengan harga satu dinar sambil menyebutkan sifat
kambing tersebut, maka si wakil tadi boleh membelikan dengan satu dinar itu dua
ekor kambing,asal sifat kambing itu sesuai dengan yang diminta oleh orang yang
mewakilkan tadi. Demikian itu, karena apa yang dimaksud oleh orang yang
mewakilkan telah tercapai, bahkan si wakil dapat menambah satu kebaikan.
Demikian pula halnya, kalau wakil itu disuruh menjual seekor kambing dengan
harga satu dirham, lalu ia menjualnya laku dua dirham. Atau ia disuruhnya
membeli dengan satu dirham, lalu ia (dapat) membelinya dengan setengah dirham.
Cara demikian itu dipandang sah menurut kalangan Syafi’iyah.
2.
“Kemudian
ia menjualnya dengan harga dua dinar” itu menunjukkan sahmya menjual sesuatu
yang lebih dari yang telah ditentukan (Al-Fudl-la). Begitulah pendapat imam
Malik, Ahmad dan juga Syafi’ie dalam qaul qadimnya, yan dikuatkan oleh Imam
Nawawie. Begitulah yang diriwayatkan dari sekelompok ulama salaf.
3.
Perkataan
“Lalu ia membeli seekor kambing lagi” itu menunjukkan bahwa binatang kurban itu
tidak menjadi sebagai kurban semata-mata dibeli untuk itu, bahkan boleh dijual
untuk ditukar dengan yang serupa atau yang lebih baik.
4.
“Rasulullah
kemudian menyedekahkan uang satu dinar tersebut”, sekelompok ulama
menjadikannya sebagai dasar bahwa: Barangsiapa menemui harta syubhat, yang
tidak diketahui pemiliknya, maka hendaknya ia menyedekahkannya. Segi kesyubhatannya
di sini ialah: Bahwa Nabi saw. tidak mengizinkan untuk menjual binatang kurban
tersebut. Kemungkinan anjuran untuk menyedekahkannya itu karena uang tersebut
telah dikeluarkan untuk taqarrub
kepada Allah melalui korban itu, karena itu Nabi saw. tidak suka memakan
hartanya.
Ijma’:
Para ulama bersepakat dengan
ijma’ atas diperbolehkannya Wakalah.Mereka bahkan ada yang cenderung
mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau
tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa.Tolong-menolong diserukan oleh
Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah.
Ketentuan tentang Wakalah:[4]
1.
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakankontrak (akad).
2.
Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara
sepihak.
Rukun dan Syarat Wakalah:[5]
Menurut kelompok Hanafiah,
rukun Wakalah itu hanya ijab qabul.Ijab merupakan pernyataan mewakilkan
sesuatu dari pihak yang memberi kuasa dan qabul adalah penerimaan pendelegasian
itu dari pihak yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan sesuatu
lafaz tertentu.
Menurut Jumhur ulama tidak
sependapat dengan pandangan kelompok hanafiah. Mereka berpendirian bahwa rukun
dan syarat Wakalah itu adalah sebagai berikut:
a.Pihak yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
i.Seseoarang / institusi yang mewakilkan, pemberi kuasa,
disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang
didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu
yang bukan haknya.
ii.Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya,
disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak
ataumukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasayang
cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila. Menurutpandangan Imam
Syafi’I anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhakmemberikan kuasa atau
mewakilkan sesuatu kepada orang lain secaramutlak. Namun madzhab Hambali
membolehkan pemberian kuasa dariseorang anak yang sudah mumayyiz pada
bidang-bidang yang akan dapatmendatangkan manfaat baginya.
b.Pihak yang mewakili. (Al-Wakil)
i.Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu
aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum
menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.
ii.Seseorang / Institusi yang menerima kuasa ini, perlu memiliki
kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa.
Iniberarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas,kecuali
atas kesengajaanya.
c.Obyek / kegiatan yang diwakilkan.
i.Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain,
seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam
kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.
ii.Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu
yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatuyang
bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dansejenisnya. Selain
itu hal-hal yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.
iii.Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga
obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar
Syari’ahIslam.
d.Shighot
i.Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan
penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta
aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini.
ii.Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa
kepada penerima kuasa
iii.Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk
dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.
Berakhirnya Wakalah
Yang menyebabkan Wakalah menjadi batal atau berakhir
adalah:
a.
Bila salah
satu pihak yang berakad Wakalah itu gila.
b. Bila maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah
selesai pelaksanaannya atau dihentikan.
c.
Diputuskannya
Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik pihak
pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
d. Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang
dikuasakan.
Penerapan Wakalah Dalam Institusi Keuangan
Akad Wakalah dapat
diterapkan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalambidang ekonomi, terutama
dalam institusi keuangan:
A.Transfer/ Pengiriman Uang
Transfer uang adalah
kegiatan yang menggunakan konsep akad Wakalah, yang diawali dengan
permohonan nasabah sebagai Al-Muwakkil kepada kantor pos/ bank/ western
union sebagaiAl-Wakil untuk
melakukan permohonan kepada kantor pos/ bank/ western union untuk mentransfer sejumlah uang kepada
rekening orang lain. Contoh akad wakalah dalam transfer uang sebagai berikut:
Wesel Pos / Western Union
Dalam transfer wesel pos / Western Union, uang tunai diberikan
secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil
memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
Transfer uang melalui
suatu bank
Pada transfer melalui bank, Al-Muwakkil memberikan
uangnya secara tunai atau memberi kuasa untuk mendebet rekeningnya kepada bank
yang merupakan AlWakil, selanjutnya bank tidak menyerahkan uang tunai
tersebut secara langsung kepada penerima uang, tapi bank mengirimkan uang
tersebut dengan mengkredit rekening penerima.
Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian
untukmengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkilkepada
bank sebagai Al-Wakil. Dalam skema ini, Nasabah Al-Muwakkil memintabank
untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untukmenambahkan
di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan padarekeningnya sendiri.
Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana
nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
B. Letter Of Credit Impor
Akad untuk transaksi Letter
of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah. Hal
ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah
bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank
dengan imbalan pemberian ujrah atau fee.Namun ada beberapa modifikasi dalam
akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi.
Akad Wakalah bil Ujrah
1.Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran
barang yang diimpor.
2.Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3.Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh
1.Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor.
2.Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3.Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
4.Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir
untuk pelunasan pembayaran barang impor.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah
1. Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk
melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
2. Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank
bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar
harga barang yang diimpor.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Hiwalah
1. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
4. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang
kepada Bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barangyang
diimpor.
C. Letter of Credit Ekspor
Akad untuk transaksi Letter
of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah
ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar
kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa
modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
Akad Wakalah bil Ujrah
1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C
(issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelahdikurangi ujrah.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam persentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah
1.Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang
dibutuhkandalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
2.Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
3.Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C
(issuing bank).
4.Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat
dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance).
5.Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat
digunakan untuk Pembayaran ujrah, pengembalian danamudharabah,
danpembayaran bagi hasil.
6.Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuknominal, bukan dalam bentuk persentase.
D. Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi
Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001.
Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa
kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana
dari pemilik modal.
E. Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah
ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSNMUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini
memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi
untuk menyimpannya dan menginvestasikan premi yang dibatyarkan ke dalam
tabungan maupun ke dalam produk investasi seperti sukuk, saham dan reksadana
syariah.
PENUTUP
Wakalah
adalah Pemberian kewenangan/kuasa kepada pihak lain tentang hal yang harus
dilakukannya dan penerima kuasa menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas
waktu yang ditentukan. Wakalah
merupakan perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama.
Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu.
Pengertian mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk melakukan sesuatu.
Dalam hal ini wakalah
ditetapkan boleh dilakukan dan diakui sebagai ikatan kontrak yang disyariatkan.
Dari dasar hukum ibahah (diperbolehkan), al-wakalah bisa memiliki muatan
sunnah, makruh, haram atau bahkan wajib, sesuai dengan motif pemberi kuasa,
pekerjaan yang dikuasakan atau faktor lain yang melingkupi. Al-Wakalah merupakan
jenis kontrak ja'iz min at-tharafain, yakni bagi kedua pihak berhak
membatalkan ikatan kontrak, kapanpun mereka menghendaki.Pemberi kuasa (al-muwakkil)
berhak mencabut kuasa dan menghentikan penerima kuasa (al-wakil) dari
pekerjaan yang dikuasakan.Begitu pula sebaliknya, bagi penerima kuasa (al-wakil)
berhak membatalkan dan mengundurkan diri dari kesanggupannya menerima kuasa.
[2]Al Imam Al Hafizh Ali
bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm.
19. Sanadnyadha’if. HR. Abu Daud
(3386) dari Sufyan. Menurutku, didalam sanadnya terdapat perawi Majhul, dan at-Tirmidzi (1257) dari Abu
Hushain dari Hubaib bin Abu Tsabit, dari hakim bin Hizam secara marfu’ sedangkan Hubaib belum pernah
mendengar dari hakim Hakim bin Hizam.
[3]Al Imam Al Hafizh Ali
bin Umar Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm.
20. Sanadnya hasan. HR. Ibnu Majah
(2402), At-Tirmidzi (1258), Abu Daud (3384) dari Az-Zubair bin Al Harits, dan
Al Bukhari (bab: Al Manaqib, no. 3642) dari Syabib bin Ghaqadah. Ia
berkata,”Aku dengar kabilahku Al Hayyin meriwayatkan dari Urwah bahwa SAW… ia
lalu menyebutkan riwayat di atas.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar