Syirkah
Muthanaqisah
Secara harfiah berasal
dari dua kata, yakni (i) Musyarakah dan (ii) Mutanaqishah;Musharakah biasa juga
disebut dengan syirkah yang berarti kerja sama. Ada berbagai macam syirkah , di
antaranya: syirkah inan, syirkah mufawadhah, syirkah wujuh, syirkah amal (abdan);
Mutanaqishah berasal dari naqashayang
berarti berkurang;Musyarakah Mutanaqishaadalah akad kepemilikan bersama (syirkahamlak)
atas satu aset kekayaan dimana salah satu pihak kepemilikannya berkurang hingga
habis (nol) untuk dimiliki secara sempurna olehpihak lainnya.
Definisi Musyarakah
Mutanaqishah
Musyarakah mutanaqishah merupakan produk
turunan dari akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah yang berasal
dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang
berarti kerjasama, perusahaan atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah
adalah merupakan kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah
berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang
berarti mengurangi secara bertahap.
Musyarakah mutanaqishah (diminishing
partnership) adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak
kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak
kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas
hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak
salah satu pihak kepada pihak lain.
Implementasi dalam operasional perbankan
syariah adalah merupakan kerjasama antara bank syariah dengan nasabah untuk
pengadaan atau pembelian suatu barang (benda). Dimana asset barang tersebut jadi
milik bersama. Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan
sejumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut.
Selanjutnya nasabah akan membayar (mengangsur) sejumlah modal/dana yang
dimiliki oleh bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah
kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari
pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah. Hingga angsuran berakhir berarti
kepemilikan suatu barang atau benda tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.
Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang atau benda berkurang
secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Selain sejumlah angsuran yang harus
dilakukan nasabah untuk mengambil alih kepemilikan, nasabah harus membayar
sejumlah sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank
syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersamaan dengan pembayaran angsuran.
Pembayaran angsuran merupakan bentuk pengambilalihan porsi kepemilikan bank
syariah. Sedangkan pembayaran sewa adalah bentuk keuntungan (fee) bagi
bank syariah atas kepemilikannya terhadap aset tersebut. Pembayaran sewa
merupakan bentuk kompensasi kepemilikan dan kompensasi jasa bank syariah.
Ketentuan Pokok Musyarakah Mutanaqishah
Di
dalam musyarakah mutanaqishah terdapat unsur kerjasama (syirkah) dan unsur sewa
(ijarah). Kerjasama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan
kerjasama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah
satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah
mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut.
Berkaitan dengan syirkah, keberadaan pihak
yang bekerjasama dan pokok modal, sebagai obyek akad syirkah, dan shighat (ucapan
perjanjian atau kesepakatan) merupakan ketentuan yang harus terpenuhi. Sebagai
syarat dari pelaksanaan akad syirkah:
1.
masing-masing pihak harus menunjukkan
kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama,
2.
antar
pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain, dan
3.
dalam pencampuran pokok modal merupakan
pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut.
Sementara berkaitan dengan unsur sewa
ketentuan pokoknya meliputi; penyewa (musta’jir) dan yang menyewakan (mu’jir),
shighat (ucapan kesepakatan), ujrah (fee), dan
barang/benda yang disewakan yang menjadi obyek akad sewa. Besaran sewa harus
jelas dan dapat diketahui kedua pihak.
Dalam syirkah mutanaqishah
harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan,
ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang harus diketahui kedua
belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai
kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu besar-kecilnya sewa dapat dilakukan
kesepakatan ulang.
Dasar musyarakah mutanaqisah
1.
QS. Shad [38]: 24; “…dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada
sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan
amatsedikitlah mereka ini …”
2. Hadits riwayat
Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman:
Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak
tidak menghianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku
keluar dari mereka.”
3. Hadits Nabi
riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf: “Perdamaian dapat dilakukan di antara
kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4. Pendapat Ulama:
Wahbah Zuhaili dalam kitabnya al-Muamalah al-Maliyah al-Muasyirahhal
436-437:“Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena
-sebagaimana ijarah muntahiya bit tamlik-bersandar pada janji dari bank
kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi
kepemilikannya dalam syirkahapabila mitra telah membayar kepada bank
harga porsi bank tersebut.Di saat berlangsung, musyarakah mutanaqishah tersebut
dipandang sebagai syirkah ‘inan, karena kedua belah pihak menyerahkan
kontribusi ra’sul mal, dan bank mendelegasikan kepada nasabah mitranya
untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkahbank menjual
seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan
ini dilakukan secara terpisah tidak terkait dengan akad syirkah
Akad Yang Digunakan
Akad yang dapat digunakan
dalam musyarakah mutanaqishahadalah Syirkatul ‘Inanatau Syirkatul
AmlakApabila akad yang digunakan adalah syirkatul ‘inan: (i) Berlaku
sebagaimana yang diatur dalam syirkatul ‘inan, dimana para mitra
memiliki kewajiban dan hak dalam usaha, yaitu memberikan modal dan kerja
berdasarkan kesepakatan di awal; memperoleh keuntungan berdasarkan kesepakatan
di awal; menanggung kerugian sesuai proporsi modal; (ii) pihak yang berakad
dalam syirkatul inan dapat membeli bagian pihak lainnya secara bertahap
sehingga di akhir akad pihak tersebut memiliki seluruh bagian pihak
lainnya.Apabila akad yang digunakan adalah syirkatul amlak: (i) Berlaku
hukum syirkatul amlakdalam hal ini para pihak memiliki bagian dari aset syirkahtersebut
secara nilai (haqqul musya’); (ii) Pihak yang berakad dapat menyewakan
atau menjual bagian kepemilikannya kepada sesama pihak dalam syirkatul amlakatau
pihak ketiga berdasarkan izin pihak dalam syirkah tersebut; (iii) Salah satu
pihak dalam syirkatul amlakdapat mengalihkan bagiannya kepada pihak lain
secara bertahap sehingga di akhir akad pihak lainnya tersebut memiliki seluruh
bagian.
PraktekAkadMusyarakahMutanaqishah
Akad Musyarakah
Mutanaqishah merupakan gabungan dari akad musyarakahdan akad ijarah. Maka
ketentuan yang berlaku pada akad musyarakah dan akad ijarah berlaku
dalam akadmusyarakah mutanaqishahMusyarakah Mutanaqishah bukan termasuk
akad sewa-beli yang dikategorikan sebagai transaksi ‘two in one’Dapat dilakukan
antara bank syariah dengan nasabah untuk kepemilikan rumahSudah dijalankan di
beberapa lembaga keuangan Islam, misal Koperasi Islam Kanada, Koperasi
Perumahan Anshar Kanada, Perumahan Anshar Pakistan.
Risiko Pembiayaan Syirkah Mutanaqishah
1. RisikoKepemilikan
2. RisikoRegulasi
3. RisikoPasar
4. RisikoKredit(Pembiayaan)
Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah
Mutanaqishah untuk pengadaan suatu barang, adalah:
1. Nasabah mengajukan permohonan kepada
bank untuk menjadi mitra dalam pembiayaan/pembelian suatu barang yang
dibutuhkan nasabah dengan menjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan
dengan pendapatan per bulan nasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan
kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang
sebut. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administrative
pengajuan pembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah
ditentukan dalam pembiayaan syariah.
2. Petugas bank akan menganalisa kelayakan
nasabah untuk mendapatkan barang tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif.
3. Apabila permohonan nasabah layak
disetujui oleh komite pembiayaan, maka bank menerbitkan surat persetujuan
pembiayaan (offering letter) yang didalamnya antara lain:
a. Spesifikasi barang yang disepakati;
b. Harga barang;
c. Jumlah dana bank dan dana nasabah yang
disertakan;
d. Jangka waktu pelunasan pembiayaan;
e. Cara pelunasan (model angsuran);
f. Besarnya angsuran dan biaya sewa yang
dibebankan nasabah.
4. Apabila nasabah menyetujui persyaratan
yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/atau
nasabah dapat menghubungi distributor/agen untuk ketersediaan barang tersebut
sesuai dengan spesifikasinya.
5. Dilakukan akad musyarakah mutanaqishah
antara bank dan nasabah yang memuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan),
persyaratan sewa menyewa dan sekaligus pengikatan jaminan berupa barang yang
diperjualbelikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya.
Penyerahan barang
dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah bank dan
nasabah melunasi harga pembelian barang kepada distributor/agen. Setelah barang
diterima bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang
tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang
dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati.
Ok thanks, sangat bermanfaat..
BalasHapus