Kamis, 24 Oktober 2013

Template Blog Lucu

1. Keroppi Land




2. Cookiez




3. Cute Toon




4. Girls Fantasi Lan




5. Doraemon




6. Birdie's Secret Garden

birdies-secret-garden-blogger-template-555x312



7. Summer Wave




8. Play Whit Mickey Muse

live demo



9. Pororo

live demo



10.  Happy Baby

live demo



11. Cutie Baby

live demo



12. Kids Style




13. Doraemon 2




14. Ala Mode




15. Bunny And Teddy-Bie




16. Rise And Shine




17. Kiddie Blog




18. GirlyMagz-Bie




19. Welcome to My Blog



Rabu, 23 Oktober 2013

Perkembangan Pegadaian Syariah Di Indonesia

PERKEMBANGAN PEGADAIAN SYARIAH DI INDONESIA
Oleh: Angie Cyntia Wati
(09390001)
Gadai  Syariah (Rahn) merupakan salah satu produk syariah yang pembiayaannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai yang sesuai dengan prinsip syariah dengan agunan berupa perhiasan emas, berlian, elektronik dan kendaraan bermotor. Dasar hukum gadai dalam Ayat Al-Qur’an yaitu terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 dan 283 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya..” dan “Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikkan amanatnya (hutangnya)...”
A.   Perkembangan Pegadaian Syariah
Seirama dengan perkembangan Pegadaian Konvensional, perkembangan Pegadaian Syariah ibarat jamur pada musim hujan, walaupun secara kuantitas kantor jaringan, nasabah, omset dan laba masih belum besar. Perkembangan tersebut patut dipertimbangkan apalagi dengan adanya kebijakan manajemen dibeberapa daerah kantor jaringan konvensional dikonversi semuanya menjadi kantor jaringan Pegadaian Syariah sebagaimana yang ada di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Perkembangan yang sudah dicapai tentunya tidak lepas dari kekurangan. Namun secara umum perkembangan pegadaian syariah di Indonesia sudah cukup menggembirakan.
Pada akhir Februari 2009 jumlah pembiayaan Pegadaian Syariah mencapai Rp 1,6 triliyun dengan jumlah nasabah 600 ribu orang dan jumlah kantor cabang berjumlah 120 buah. Jumlah tersebut masih lebih kecil dibanding dengan kantor cabang Pegadaian Konvensional yang berjumlah 3.000 buah. Pembiayaan Pegadaian Syariah untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar Rp 8,2 milyar, yang berarti lebih besar jumlahnya dari target awal, sebesar Rp 7,5 milyar.
Peningkatan bisnis gadai syariah meningkat hingga 158 persen pada akhir tahun 2010. Hal tersebut meningkat tajam dari tahun sebelumnya sebesar 90 persen. Sedangkan peningkatan Pegadaian Syariah tahun 2008 lebih rendah dibanding dengan tahun 2009 dan 2010 yang hanya 67,7 persen. Secara umum, perkembangan Pegadaian Syariah mengalami peningkatan yang pesat dari tahun-ketahun.
B.   Visi dan Misi Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah saat ini belum memiliki visi dan misi sendiri karena masih mengikuti visi dan misi Pegadaian konvensional yang menjadi induknya. Dalam visi dan misi ini harus tercapai kondisi ideal seoptimal mungkin, tanpa harus menyimpang dari tujuan pegadaian yang telah ditetapkan dalam PP No. 10 Tahun 1990. Sejalan dengan perkembangan lingkungan perusahaan di masa depan, Pimpinan dan seluruh staf Pegadaian bertekad mewujudkan visi Pegadaian yaitu menjadikan tahun 2010 menjadi perusahaan yang modern, dinamis, inovatif, profitabel dapat terlaksana dengan baik.
C.   Tujuan dan Fungsi Pegadaian
Tujuan:
a.    Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai.
b.    Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi.
c.     Mencegah praktik pegadaian gelap dan pinjaman yang tidak wajar.
Fungsi:
a.    Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat, aman, dan hemat.
b.    Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi lembaga Pegadaian maupun masyarakat.
c.     Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, dan diklat.
d.    Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana Pegadaian.
e.    Melakukan penelitian dan pengembangan, serta mengawasi pengelolaan
Pegadaian.
D.   Kelebihan dan Kelemahan Pegadaian Syariah
Kelebihan:
a.    Persyaratan yang cukup sederhana.
b.    Membutuhkan waktu yang singkat untuk memperoleh uang.
c.     Keenekaragaman barang yang dijadikan jaminan.
d.    Cukup dipungut biaya administrasi dan biaya ijarah.
e.    Pihak Pegadaian Syariah tidak mempermasalahkan alasan uang tersebut untuk apa.
f.     Dapat dilunasi sewaktu-waktu.
g.    Operasional Pegadaian Syariah telah dikeluarkan oleh MUI tentang kebolehannya.
Kelemahan:
a.    Harus ada jaminan barang bergerak yang mempunyai nilai.
b.    Barang yang digadaikan harus diserahkan ke Pegadaian.
c.     Jumlah kredit gadai yang dapat diberikan masih terbatas untuk jenis emas dan berlian terutama dikota-kota besar.
d.    Tidak semua SDM memahami betul tentang operasional gadai syariah.
e.    Belum memiliki visi dan misi sendiri karena masih ikut dengan perusahaan induk.
E.    Peluang dan Tantangan Pegadaian Syariah
Peluang:
a.    Nasabah pegadaian syariah bukan hanya dari umat Islam, umat non Islam pun memanfaatkan keberadaan pegadaian syariah ini karena mereka lebih pada faktor pelayanan bukan pada faktor ‘idialisme atau agama.
b.    Konsumen atau calon nasabah pegadaian syariah, masih cukup terbuka lebar dikarenakan pesaingnya relatif masih belum banyak. Saat ini, pesaingnya hanya dari internal perusahaan sendiri (pegadaian konvensional) dan pegadaian illegal swasta yang jumlah assetnya masih cukup kecil serta jumlah pinjaman atau pendanaan relatif masih dalam jumlah kecil (nasabah menengah-bawah).
Tantangan:
a.    Belum ada undang-undang atau aturan lainnya, yang mengatur tentang keberadaan pegadaian swasta atau pun pegadian syariah sehingga pengembangan pegadaian syariah belum cukup optimal selama ini.
b.    Adanya masyarakat yang membuka gadai swasta dengan memberikan kemudahan untuk semua jenis barang gadai sehingga keberadaannya terus berkembang meskipun masih illegal.


Senin, 21 Oktober 2013

Penguasa Ekonomi Dunia 2


Penguasa Ekonomi Dunia 1


Konsep Tawarruq


KONSEP TAWARRUQ
 
Konsep Tawarruq dan Aplikasinya dalam Perbankan Syariah
Tawarruq adalah bentuk pemenuhan atas likuiditas.
Prosesnya adalah jual beli antara tiga pihak dengan cara berbeda dan pada pihak yang berbeda pula. Dalam prakteknya, transaksi tawarruq dapat terjadi ketika seseorang membeli sebuah produk dengan cara kredit (pembayaran dengan cicilan) dan menjualnya kembali kepada orang ketiga yang bukan pemilik pertama produk tersebut dengan cara
tunai.
         Definisi Tawarruq Dalam Bahasa Arab, akar kata dari tawarruq adalah wariq yang artinya, simbol atau karakter dari perak (silver).   Kata tawarruq dapat diartikan dengan lebih luas yaitu mencari uang tunai dengan berbagai cara yaitu bisa dengan mencari perak, emas atau koin lainnya. Secara harfiyah artinya adalah berbagai cara yang
ditempuh untuk mendapatkan uang tunai atau likuiditas. Istilah tawarruq ini diperkenalkan oleh Mazhab Hanbali. Sedang Mazhab Syafi’i  membahasakan tawarruq dengan sebutan zarnaqah, yang berarti bertambah atau berkembang.
          Dalam Hukum Islam, tawarruq adalah struktur yang dapat dilakukan oleh seorang mustawriq/mutawarriq yaitu seorang yang membutuhkan likuiditas. Dalam praktiknya, transaksi tawarruq dapat terjadi ketika seseorang membeli sebuah produk dengan cara kredit (pembayaran dengan cicilan) dan menjualnya kembali kepada orang ketiga yang bukan pemilik pertama produk tersebut dengan cara tunai, dengan harga yang lebih murah. Ada 3 formasi dari transaksi tawarruq: 1. Seseorang yang membutuhkan likuiditas (uang tunai) membeli produk barang atau komoditi dengan cara kredit dan menjualnya kepada pihak lain dengan cara tunai, tanpa diketahui oleh pihak-pihak lain, akan niatnya tersebut di atas.  2. Seseorang (mutawarriq) yang membutuhkan uang tunai, memohon untuk diberikan pinjaman uang, dari penjual, yang menolak untuk meminjamkan uangnya, tapi penjual tersebut berkeinginan untuk menjual barangnya dengan cara kredit dengan harga tunai. Lalu mutawarriq tersebut dapat menjual kembali barang tersebut kepada orang lain, dengan harga yang lebih rendah atau lebih tinggi. Kedua formasi transaksi tawarruq ini, dapat diterima dan diizinkan oleh para Ulama tanpa adanya perdebatan. 3. Hampir sama dengan formasi no. 2, kecuali si penjual, menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar kepada mutawarriq, sebagai akibat dari pembayaran yang tertunda, karena cicilan. Formasi ini masih diperdebatkan oleh para pakar hukum ekonomi syariah.
            Perbedaan antara Tawarruq dan Inah Pada transaksi bai’ al-inah, seseorang yang membutuhkan dana, membeli barang dengan cara kredit, lalu menjualnya kembali kepada si penjual (pemilik barang) dalam bentuk tunai, yang harganya lebih rendah dari harga kredit. Akar kata inah adalah ayn (barang yang telah dibeli) dapat menemukan jalannya kembali kepada pemilik asalnya. Menurut kebanyakan ahli hukum Islam, barang yang digunakan adalah sebuah alat untuk melakukan hilah, yakni rekayasa untuk menghindar dari hal-hal yang dilarang, seperti riba. Sedang tawarruq adalah ketika seseorang yang membutuhkan dana segar atau uang tunai membeli barang dengan cara kredit lalu menjualnya kepada pihak ketiga dengan cara tunai dengan harga yang lebih rendah. Struktur transaksi tawarruq tidak mengindikasikan hilah (melegalkan cara untuk mendapatkan riba), karena barang tersebut tidak kembali pada pemilik asalnya. Dengan demikian, para pakar hukum Islam, berpendapat bahwa tawarruq adalah transaksi yang sah dan dapat di terima.
            Legalitas dari Tawarruq Para Ulama klasik dari mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali memandang tawarruq sebagai transaksi yang diperbolehkan secara legal. Para Ulama kontemporer (modern) juga memandang transaksi tawarruq diperbolehkan. Di antara para Ulama itu adalah Abdul Aziz Ibn Baz.
           Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari bank-bank syariah juga mengizinkan transaksi tawarruq ini, termasuk DPS dari Al- Rajhi Bank dan Kuwait Finance House. Islamic Fiqh Academy, yang beranggotakan negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI pada konferensi tahunannya sesi ke-15 di kota Mekkah, telah mengeluarkan resolusi yang mendukung diperbolehkannya transaksi tawarruq, dengan syarat, pembeli tidak menjual kembali barang yang telah dibelinya kepada penjual pertama dengan harga yang lebih rendah, langsung atau tidak langsung, yang kalau terjadi, hal itu masuk dalam kategori transaksi yang mengandung riba. Para Ulama dari Mazhab Maliki tidak setuju dengan penjualan barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar apabila dilakukan oleh seseorang yang mengambil keuntungan pinjaman dengan cara yang masuk dalam kategori Riba. Sebagian dari para Ulama mazhab Maliki menyatakan tidak setuju apabila si penjual itu mempraktikkan transaksi inah. Indikasi ini tampaknya membuat Tawarruq adalah transaksi yang tidak diperkenankan oleh Mazhab Maliki. Umar Ibn Abdul aziz and Muhammad Ibn al-Hasan, tidak setuju dengan tawarruq. Ibnu Taymiyyah dari Mazhad Hanbali, dan muridnya Ibn al-Qayim sangat tidak  setuju dengan Tawarruq dan menyamakan dengan kategori Inah. Sebagian dari Ulama Hanafi telah melarang transaksi ini dan menyamakannya dengan inah, namun sebagian lagi, seperti Ibn al-Humam, mengatakan kalau Tawarruq tidak terlalu disenangi. Larangan terhadap transaksi Tawarruq ini sangat erat kaitannya dengan formasi spesifik dari Tawarruq yang dipraktikkan oleh Lembaga Keuangan Syariah dan bukan dari praktik Tawarruq yang klasik (tawarruq fiqhi). Yaitu Tawarruq Munazam atau Regulated Tawarruq. Islamic Fiqh Academy Jeddah, pada sesi ke- 17 konferensi tahunannya, juga memandang bahwa Tawarruq Munazam ini Illegal atau dilarang, seperti yang telah dipraktikkan oleh Lembaga Keuangan Syariah selama ini.
             Argumentasi dari Ulama yang Pro-Tawarruq Para Ulama yang merestui transaksi Tawarruq ini mempunyai dalil dari ayat- ayat al-Qur’an yang diuniversalkan dan mereka berpendapat bahwa semua transaksi jual beli itu halal (diperbolehkan), kecuali ada bukti yang kuat untuk melarangnya. Secara universal memang transaksi al-bay adalah halal/legal. Tawarruq adalah salah satu transaksi al- bay yang termasuk dalam universal dari semua transaksi al-bay dan dianggap legal/halal walaupun tidak ada satu ayat dari al-Qur’an dan satu kutipan Hadist, serta tidak ada satu pun tindakan dari sahabat Nabi Muhammad SAW yang menyatakan Tawarruq tidak halal/dilarang.
           Salah satu Hadist yang tercatat oleh al-Bukhari dan Muslim terbukti telah mendukung transaksi ini. Ketika salah satu petani kurma dari Khaybar datang dan membawakan Kualitas Kurma yang terbaik kepada Nabi Muhammad SAW , Nabi bertanya kepada petani tersebut apakah semua buah kurma dari Khaybar sangat baik mutunya. Petani ini menjawab tidak, saya menukar dua ukuran (kg) kualitas kurma yang rendah untuk satu ukuran (kg) yang bagus, terkadang saya harus menukar 3 ukuran (kg) yang kulitas rendah untuk satu ukuran (kg) yang kualitasnya bagus. Lalu Nabi Muhammad melarang petani itu untuk melakukan transaksi itu dan malah menyarankan untuk menjual semua kualitas rendahnya agar mendapatkan uang tunai (berupa koin perak pada zaman itu) dan lalu menggunakan uang tersebut untuk membeli Kurma dengan kualitas yang bagus. Hadist ini mengindikasikan diperkenankannya suatu metode untuk menghindari Riba. Semua media jual beli dan syarat-syarat serta kondisi dari transaksi jual beli sudah terpenuhi, bebas dari faktor-faktor yang dilarang. Niat untuk mendapatkan kualitas Kurma yang lebih bagus tidak membatalkan strukturnya. Dengan demikian, hal ini menunjukkan legalitas dari transaksi jual beli dimana maksud dan niat yang berlainan menggunakan suatu media dapat diterima dan dilakukan dan bebas dari riba secara explicit dan implicit. Jadi untuk mendapat kan likuiditas dengan media ini (tawarruq) sudah seharusnya diperkenankan apabila memang diperlukan. Peraturan dasar/orisinal atas diperbolehkannya tawarruq menjadi dasar dukungan atas keabsahannya.
            Itu artinya, pada esensinya semua transaksi diperbolehkan, kecuali ada bukti yang kuat yang berhubungan dengan salah satu transaksi yang spesifik. Al-Kasani mengatakan bahwa pertukaran kepemilikan pada barang, membuat tidak adanya kemungkinan untuk mendapat keuntungan dengan cara riba dalam struktur transaksinya. Sementara itu kredit tanpa bunga (qard) tidak mungkin didapatkan sewaktu-waktu, jadi dengan metode ini untuk mendapatkan likuditas, bisa dianggap sebagai transaksi yang biasa yang menggunakan barang/aset/komoditi sebagai medianya. Menurut para Ulama yang pro ini, mempraktikan transaksi ini adalah salah, hanya apa bila jual beli tersebut melibatkan orang yang seperti dalam transaksi inah, di mana niat untuk mendapatkan riba adalah sangat terlihat dengan jelas. Argumentasi dari Ulama yang Kontra terhadap Tawarruq

Para Ulama yang menentang tawarruq
konsentrasi utamanya pada aspek dari niat. Mereka mengatakan niat dari transaksi ini adalah untuk mendapatkan uang, yang dapat berakibat sama dengan menjual uang untuk mendapat uang lebih, sementara barang/komoditinya hanyalah digunakan sebagai media, yang kepemilikannya tidak diniatkan. Untuk itu secara prinsip yang tegas dengan jelas
adanya kemungkinan untuk melakukan sebuah rekayasa untuk mendapakan uang tunai. Jadi, penolakan atas tawarruq ini berdasarkan adanya hilah atau rekayasa untuk menghindar dari hal-hal yang dilarang, yang diimplementasikan untuk mendapatkan sesuatu yang sama dengan riba. Menurut Ibn Abas :ini adalah transaksi uang terhadap uang dengan kain sutra di tengah-tengahnya;. Para Ulama berpendapat bahwa hasil akhir dari sebuah transaksi sangatlah penting untuk menentukan keabsahannya pada struktur tertentu. Kalau alasan utama praktik dari pada tawarruq adalah untuk mendapatkan uang sekarang, agar bisa mandapatkan keuntungan yang lebih besar di kemudian hari, maka sudah sepatutnya transaksi tawarruq ini dilarang, karena tidak lebih dan tidak kurang identik dengan praktik untuk mendapatkan Riba. Prinsip untuk menutup jalan/peluang (sadd-al-zarai), adalah argumentasi yang mendukung ketidakabsahan dari tawarruq, di mana praktik ini dikhawatirkan adalah sebuah trik atau tipu daya untuk menghindar dari praktik riba. Para Ulama yang menentang tawarruq mengkutip beberapa hadist yang telah melarang transaksi inah yang menurut mereka, termasuk pada kategori yang sama, karena kedua praktik ini mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan likuiditas terhadap kewajiban yang jumlahnya lebih dan akan dibayarkan di masa yang akan datang. Para Ulama dari Mazhab Hanbali, Ibn Taymiyyah, adalah salah satu yang menentang tawarruq, dan beliau mengatakan bahwa tawarruq tidak jauh berbeda dengan inah yang hanya bertujuan untuk mendapatkan dana segar/likuditas. Pemilik modal (penyandang dana) menjual asetnya kepada seseorang, bukan memberinya uang, untuk mendapatkan keuntungan lebih nanti nya, ketika (pihak kedua) orang tersebut menjual aset itu kembali kepada penjualnya (pihak pertama), itu adalah inah, kalau dijual kepada orang lain (pihak ke tiga) itu adalah tawarruq. Aset yang dipindahkan ke pihak ketiga, sebagai perantara, pihak ketiga yang menjualnya kembali pada pihak pertama, pihak ketiga menjadi muhallil, yaitu seseorang yang melegalitaskan riba untuk pihak pertama. Ibn Qayim, muridnya Ibn Taymiyyah menolak untuk mengizinkan praktik dari tawarruq, karena ada indikasi untuk mendapatkan riba ada dalam transaksi tawarruq. Ibn Taymiyyah menyatakan bahwa sangat tidak mungkin untuk Syariah melegalkan kerusakan yang besar sementara melarang kerusakan yang lebih kecil, yaitu riba. Beliau mengutip statement yang diberikan oleh Umar ibn Abdul Aziz : tawarruq adalah saudaranya riba. Untuk transaksi menggunakan hilah, para ulama berpendapat sah-sah saja, sepanjang tidak merusak fundamental, dasar dari pada prinsip-prinsip syariah, atau merusak manfaatnya. Menurut salah satu hadist nabi, yang berhubungan dengan hilah, masalah yang terpenting adalah niat, setiap perbuatan terjadi pada dasarnya karena adanya niat, dan setiap orang akan mendapat pahala berdasarkan niat dalam melakukan segala sesuatu. Ketika niat seseorang baik, perbuatannya dapat diterima, apabila niatnya salah, perbuatannya dapat dikatakan salah. Namun menurut prinsip dari Mazhab Syafi’i, ketika kata-kata dalam akad sudah explicit, dan tidak diperlukan lagi suatu penjelasan, maka niat dari pihak-pihak yang berakad adalah sudah jelas. Verifikasi dari niat penting untuk dijelaskan apabila ada kata-kata yang tidak jelas/kabur artinya.           
                          Implementasi Tawarruq dari semua argument
pro dan kontra mengenai tawarruq, sebagian besar para ulama kontemporer memberikan izinnya, sepanjang tidak berhubungan dengan sesuatu yang akan berindikasi kearah untuk mendapatkan riba. Kondisi dari transaksi tawarruq sifatnya bedasarkan keinginan (hajah) dan bukan berdasarkan kebutuhan yang mendesak (darurah). Oleh karena itu
memberikan regulasi di dalam transaksi tawarruq menjadi keharusan dalam rangka memonitor implementasinya. Oleh sebab itu kebutuhan akan mencari jalan untuk mendapatkan uang tunai melalui transaksi tawarruq harus murni berdasarkan kebutuhan likuiditas orang tersebut, bukan untuk orang lain. Sehingga ada pendapat Ulama yang
mengatakan bahwa transaksi tawarruq diperbolehkan apabila tidak ada cara lain untuk mendapatkan likuditas, seperti pinjaman bebas bunga atau qard.
            Ulama lain tidak setuju karena tawarruq dalam formasi yang sederhana, yaitu tawarruq fiqhi masuk dalam kategori jual beli (trading), walaupun motifnya adalah untuk mendapatkan likuiditas, yang tidak dapat dikatakan sebagai illegal motif. Sama dengan jual beli untuk mendapatkan barang, niat untuk mendapatkan liquiditas untuk keperluan di masa yang akan datang adalah sama dan tidak perlu adanya regulasi yang membatasi transaksi ini.
            Sementara itu para Ulama yang lain berpendapat bahwa agar tawarruq dapat diterima oleh semua pihak yang terkait, maka beberapa regulasi harus dibuat, untuk memastikan bahwa esensi dari transaksi jual-beli masih eksis. Salah satu  syaratnya adalah, penjual yang menjual barangnya kepada mutawarriq harus memiliki barang yang akan dijualnya pada saat berlangsungnya akad. Di mana hal itu sesuai dengan hadist nabi yang mengatakan :   janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki ; itu artinya tidak sah akad jual beli apabila, penjual tidak memiliki barang yang akan dijualnya kepada si pembeli, sama ketentuan nya dengan transaksi jual beli yang lainnya yang telah diatur di dalam syariah. Syarat yang kedua adalah, penjualan yang kedua harus kepada pihak ke tiga, bukan pada pihak pertama, seperti pada transaksi bay al-inah. Tawarruq Munazam Struktur dari tawarruq yang dapat diterima oleh sebagian besar ulama, telah diadopsi oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan esensi tujuan yang serupa. Formasi yang diimplementasikan oleh Bank-Bank Syariah, telah dimodifikasi sedemikian rupa, yang strukturnya berbeda dengan tawarruq klasik atau tawarruq fiqhi. Struktur tawarruq yang sudah dimodifikasi oleh bank-bank Syariah variasinya bisa berbeda antara satu bank syariah dengan bank-bank syariah yang lainnya, yang disebut dengan nama tawarruq munazam atau regulated tawarruq atau organized tawarruq. Yang dimaksud dengan tawarruq munazam adalah: seorang nasabah membeli komoditi dari bank, dengan prinsip murabahah, lalu pembayarannya dilakukan dengan harga tangguh, setelah komoditi tersebut pindah tangan, nasabah menunjuk bank sebagai agennya untuk menjual kembali komoditi tersebut kepada nasabah yang lain dengan harga yang lebih rendah, dan dibayar tunai. Implementasi dari pada transaksi tawarruq munazam ini juga berlaku di pasar international. Bank syariah membeli komoditi dari pasar international dibayar tunai dan menjualnya kembali kepada nasabahnya dengan prinsip murabahah dengan harga yang lebih tinggi, lalu bank menjual kembali barang tersebut mewakili nasabahnya (prinsip wakalah) kepada pihak ketiga. Lalu dana yang dibayarkan ke bank akan diserahkan ke nasabah bank, yang akan membayar transaksi murabahahnya dengan cicilan dengan harga yang lebih tinggi sesuai dengan perjanjian di muka. Proses ini melibatkan broker pasar komoditi internasional, yang mendapat sejumlah komisi untuk jasanya. Prosedur ini juga dapat dilakukan pada keperluan likuditas nasabah pada investasi mudarabah (Mudarabah Investment). Proses yang lainnya adalah untuk menyediakan likuiditas untuk bank syariah. Bank syariah menyetorkan sejumlah uang kepada Bank syariah lain di luar negeri. Berdasarkan perjanjian, bank syariah yang di luar negeri bertindak sebagai agen (prinsip wakalah) membeli komoditi dari pasar internasional dibayar tunai, lalu menjual kembali komoditi tersebut ke pada banknya sendiri, dengan pembayaran yang ditangguhkan, lalu menjual kembali barang tersebut ke pasar internasional dengan dibayar tunai. Proses ini menggunakan prinsip murabahah international, yang dapat menambah pendapatan Bank.
Proses tawarruq ini melibatkan transfer sejumlah uang ke luar negeri yang biasanya menggunakan benchmark interest rate pada saat itu. Prosedur dari tawarruq munazam: Seorang Nasabah yang membutuhkan dana datang ke bank syariah dan membuat perjanjian dengan bank untuk membeli komoditi dari bank setelah bank membelinya dari
broker.Bank Syariah membeli komoditi.Bank syariah menjual kembali komoditi tersebut kepada nasabah dengan harga tangguh.Nasabah akan menunjuk bank sebagai wakilnya untuk menjual kembali komoditi tersebut dibayar tunai.Bank Syariah menjual komoditi
ke pada pihak ketiga (biasanya kepada broker lain) dibayar tunai.                               Uang tunai hasil penjualan disetorkan ke rekening nasabah.Pada akhirnya, nasabah mendapatkan dana yang dibutuhkannya, dan mempunyai kewajiban untuk membayar cicilannya kepada bank atas pembelian komoditi pada transaksi no. 3 di atas. Untuk menghindari rumitnya transaksi murabahah ada beberapa Bank yang menghilangkan beberapa prosedur, salah satunya prinsip wakalah atau wakil dari nasabah untuk membeli barang dari pihak luar, sehingga ada beberapa Bank Syariah yang memilih untuk memiliki show roomnya sendiri untuk kendaraan roda 2 dan 4 dan barang-barang elektronik agar lebih mudah proses jual beli murabahahnya, salah satunya adalah Bank al-Rajhi.   Tidak terjadinya pemindahan fisik dari komoditi, hanya sebatas penandatanganan akad jual beli. Pemindahan komoditi secara fisik terjadi, setiap kali terjadinya akad jual-beli.
            Argumentasi dari para Ulama yang Pro pada Tawarruq Munazam Para ulama yang mengizinkan implementasi dari tawarruq munazam ini berpendapat bahwa setiap langkah dari prosedur yang dilalui dalam prosesnya sesuai dengan prinsip syariah. Kalau
setiap proses suatu akad yang terlibat di dalamnya sah, maka tidak ada alasan untuk tidak mengatakan bahwa semua prosedurnya sah, yaitu: 1. Bank membeli komoditi dari pasar komoditi dan secara konstruktif memiliki komoditi tersebut, melalui beberapa klausul dalam dokumen transaksi, atas dasar janji untuk membeli dari Nasabahnya. 2. Bank menjual komoditi dengan prinsip murabahah dan hak kepemilikan barang pindah kepada Nasabah. 3. Nasabah menunjuk bank sebagai wakilnya untuk menjual kembali komoditi tersebut. 4. Bank kemudian menjual kembali komoditi tersebut kepada
pihak ke tiga. 5. Bank memberikan dana hasil penjualan kepada nasabah.
            Pertama-tama yang harus dibahas di sini adalah perjanjian sepihak untuk membeli komoditi dari nasabah, yang masih dalam perdebatan, apakah janji tersebut dapat dipaksa untuk dipatuhi atau tidak. Kalau kedua belah pihak membuat perjanjian bersama untuk transaksi jual beli yang akan dilakukan kemudian, Imam asy-Syafi’i mengatakan kalau transaksi tersebut tidak sah.
              Namun demikian kalau hanya salah satu pihak berjanji untuk membeli komoditi tersebut, hal ini tidak akan terlalu berpengaruh banyak. Hal ini dikarenakan Bank yang mengharuskan nasabahnya untuk membuat perjanjian sepihak kepada Bank untuk membeli komoditi, tanpa adanya janji dari pihak Bank untuk menjual komoditi tersebut kepada nasabahnya. Sebagain daripada para Ulama mengatakan kalau janji sepihak tidak dapat dipaksa untuk diimplementasikan, sementara itu para Ulama kontemporer merasa demi kepentingan kelancaran transaksi komersil pada saat ini, maka janji sepihak haruslah mengikat. Yang kedua, jual-beli pada transaksi murabahah, dengan dasar harga beli ditambah dengan ongkos dan laba bank, komoditi yang dibeli nasabah dari Bank biasanya dibayar dengan cicilan. Dengan demikian apabila, suatu komoditi dijual dengan harga yang lebih tinggi (dibayar dengan cara mencicil) dari harga tunainya, maka transaksi tersebut adalah transaksi yang sah. Yang ketiga, adanya akad wakalah, ketika nasabah menunjuk Bank sebagai wakilnya untuk menjual kembali komoditi tersebut.

Dalam Hukum Islam wakalah:
adalah akad yang sah, yang dapat dilakukan dengan upah atau komisi atau free of charge/gratis. Para ulama yang mendukung tawarruq munazam berpendapat bahwa transaksinya sangat serupa dengan tawarruq fiqhi, hanya lebih well organized (teratur) agar lebih lancar dan cepat prosesnya. Argumentasi dari para Ulama yang kontra pada Tawarruq Munazam Perdebatan yang terjadi pada tawarruq munazam adalah untuk tidak mengikutsertakan formasi tawarruq yang ketiga, yaitu: si penjual, menjual barangnya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar kepada mutawarriq, sebagai akibat dari pembayaran yang tertunda/dengan cicilan.
            Dengan begitu artinya tawarruq munazam adalah indikasi dari kerjasama antara bank dan nasabahnya yang bertujuan untuk menyediakan dana segar terhadap kewajiban kredit untuk nasabahnya. Sehingga prinsip objektifitas dari niat dalam konteks ini sangatlah relevan. Nasabah yang berniat untuk mendapatkan uang tunai, dan membayar sejumlah dana yang lebih di kemudian hari melalui akad, penunjukan wakil dan Mou. Karena tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan likuditas, yang dapat pula dilakukan melaui proses tawarruq fiqhi. Peran Bank Syariah dalam transaksi ini bukan hanya terbatas sebagai perantara untuk pembelian komoditi, seperti pada prinsip murabahah, tetapi keterlibatan Bank Syariah di sini juga untuk mendapatkan keuntungan dari memberi fasililitas untuk mencari dana segar, terhadap hutang yang lebih tinggi dari jumlah uang tunai yang didapat nasabahnya. Bank syariah tidak pernah bermaksud untuk menyediakan komoditi tersebut kepada nasabahnya. Bank syariah mempunyai niat untuk mendapatkan keuntungan dari harga komoditi dengan cara pembayaran cicilan, di kemudian hari, sementara si nasabah berniat untuk mendapatkan uang tunai, untuk menutupi cicilannya yang jumlahnya lebih besar dari uang tunai yang didapatnya. Jadi sangat jelas di sini adanya persamaan hilah atau rekayasa untuk melakukan hal-hal yang dilarang, yang indikasi ke arah untuk mendapatkan riba yang permanen sifatnya. Melalui beberapa proses, Bank syariah hanya berperan sebagai perantara yang tidak sungguh-sungguh tertarik dengan jual beli komoditi atau memasuki pasar komoditi internasional. Begitu juga nasabahnya, tidak berniat untuk memiliki komoditi tersebut atau pada kasus-kasus tertentu tidak tahu menahu tentang adanya proses jual beli komoditi. Karena tujuan utamanya hanyalah untuk mendapatkan uang tunai segera dari Bank, dengan berhutang yang akan dibayar dengan cicilan. Oleh karena itu, sebagian dari Ulama menganggap transaksi ini adalah transaksi Ribawi. Dari hasil observasi para Ulama, tawarruq munazam telah melanggar beberapa larangan yang disebutkan dalam hadist, karena secara eksplisit sama dengan formasi dalam inah, karena komoditinya kembali kepada penjual asalnya, ditambah dengan komisi yang diterimanya, yang masuk dalam kategori dua transaksi al-bay dalam satu transaksi 
            Salah satu hadist yang dilanggar juga adalah al-bay yang tidak ada relevansi dengan kondisinya (bai wa syart  yang sudah sangat jelas dilarang). 
Di mana pada transaksi ini jual beli untuk mendapatkan keuntungan melalui pinjaman. Jadi tujuan dari pada tawarruq munazam ini adalah pertukaran antara uang tunai dengan hutang yang lebih besar nilainya. Itu sebabnya tawarruq munazam tidak dapat memenuhi qualifikasi sebagai pembiayaan alternatif dari pada pembiayaan konvensional yang berbasis interest (bunga/riba). Satu hal yang juga banyak dikritik oleh para ulama yang tidak setuju dengan implementasi dari transaksi tawarruq munazam ini adalah: komoditi yang dibeli di pasar international adalah sebuah refleksi dari transaksi ribawi, yaitu riba al fadl, yang dilarang. Islamic Fiqh Academy Jeddah, pada konferensi tahunannya yang ke-17, tidak memberi izin atas praktik tawarruq munazam yang berlaku di beberapa Bank syariah pada saat ini, dikarenakan praktik tawarruq munazam hanyalah sebatas di atas kertas untuk mendapatkan uang tunai. Praktik tawarruq munazam pada Perbankan Syariah adalah untuk keperluan personal financing, sukuk dan pasar komoditi internasional. Pada transaksi tawarruq munazam ada terjadinya 3 (tiga) akad murabahah, yang pertama jual-beli di antara Bank dan penjual komoditi, yang kedua, jual beli di antara Bank dan nasabah. Yang ketiga, jual-beli antara nasabah dan pihak ketiga (pihak lain yang bukan bank dan bukan penjual pertama dari komoditi tersebut). Di dalam transaksi ini juga terjadi 2 (dua) akad wakalah, yang pertama, Nasabah menunjuk bank sebagai wakilnya untuk membeli komoditi dari si penjual, yang kedua, ketika nasabah menunjuk Bank sebagai wakilnya untuk menjual kembali komoditi tersebut pada pihak ketiga. Terkadang ada akad wakalah yang ketiga antara bank dan penjual/dealer untuk menegosiasikan harga untuk penjualan Murabahah yang ketiga. Biasanya dalam proses ini komoditinya tidak berpindah tangan dari penjual pertama, atau komoditi yang dibeli di pasar komoditi internasional, di mana fisik dari barang tersebut tidak ada. Proses ini melibatkan 4 pihak : penjual pertama, nasabah, bank dan pembeli (pihak ketiga). Prosedur setiap bank syariah berbeda-beda, ada juga bank yang sudah membeli dulu komoditinya, dan nasabah tidak perlu membuat perjanjian untuk membeli, tapi bank langsung menawarkan komoditi kepada nasabah dengan cara musawamah di mana harga dapat dinegosiasikan dan nasabah tidak tahu harga asli dan keuntungan yang didapat oleh bank dari hasil penjualan ini.

               Kesimpulan: Para Ulama masih berdebat mengenai transaksi tawarruq. Pada transaksi tawarruq fiqhi, transaksinya adalah murni jual-beli, di mana ada pemindahan kepemilikan barang, sementara praktik dari tawarruq munazam yang dilakukan oleh beberapa bank syariah pada saat ini, adalah sebuah proses untuk mendapatkan uang tunai di mana transaksi jual-belinya hanya di atas kertas dan tidak ada perpindahan aset, yang artinya praktik tawarruq munazam sudah melanggar prinsip syariah yang utama yaitu: seseorang tidak dapat menjual barang yang tidak dimilikinya. Oleh sebab itu transaksi ini tidak diizinkan oleh Islamic Fiqh Academy Jeddah pada resolusinya yang ke-17. Reference: INCEIF 2006, Applied Shariah in Financial Transactions 15-02-2008 Nibra Hosen dakwatuna.com


Konsep Hak Milik dalam Islam


KONSEP HAK MILIK

A.    Konsep kekayaan
 عن المستورد قال قال رسول الله ص.م و الله ما الدنيا فى الاخرة إلا مثل ما يجعل أحدكم أصبعه هذه و أشار يحى بالسبّابة فى اليم فلينظر بم ترجع.     رواه مسلم.
Artinya: Diriwayatkan dari al-Mustaurid bahwa Rasulullah saw bersabda: "Demi Allah, Dunia ini dibanding akhirat adalah seperti seseorang memasukkan telunjuk- nya (ketika menerangkan itu, Yahya (perawi hadis) mengisyaratkan telunjuknya) ke dalam laut, dan hendaklah ia melihat seberapa air yang tinggal di telunjuknya."     HR. Muslim.
         Kekayaan harus didapatkan, dipelihara, dan digunakan untuk  memperoleh derajat tinggi dalam kepatuhan kepada Allah.
          Dua cara mendapatkan kekayaan:
1.      Usaha, melalui tanah – kerja – modal
2.     Pemindahan yang dilembagakan dalam masyarakat, seperti: warisan, wasiat, wakaf, hibah.
عـن عبد الله قال: نام رسول الله ص.م. على حصير فقام و قد أثّـر فى جنبه فقلنا يا رسول الله لو اتّخذنا لك وطـاء فقـال مالى و ما للدنيا ما أنا فى الدنيا إلا كراكب استظـلّ تحت شجرة ثم راح و تركهـا.           رواه الترمذى.
Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bahwa Rasulullah saw tidur di atas sehelai tikar, lalu beliau bangun dan bekas tikar membekas di sisi tubuh beliau. Kami mengatakan: "Bagaimana jika kami ambilkan kasur untuk anda, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab:"Apalah artinya hidup duniawi  ini bagiku! Aku di dunia ini tak ubahnya seperti pengendara yang berlindung di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkan pohon itu. HR. at-Tirmidzi.

B.    Kesucian hak milik
 عن أبى هريرة قال جاء رجل إلى رسول الله ص.م. فقال يا رسول الله أرأيت إن جاء رجل يريد أخذ مالى قال فلا تعطـه ما لك قال أرأيت إن قاتلنى قال قاتله قال أرأيت إن قتلنى قال فأنت شهيد قال أرأيت إن قتلته قال هو فى النار. رواه مسلم.

عـن رافع بن خديج قال : قال رسول الله ص.م. من زرع فى أرض قوم بغير اذنهم فليس له من الزرع شئ و له نفقته. رواه الترمذى.
Artinya: Diriwayatkan dari Rafi' bin Khadij bahwa Rasulullah saw bersabda:"Siapa yang bercocok tanam di tanah orang lain tanpa seijin mereka, ia tidak berhak sedikit pun mendapatkan hasil, dan yang ia dapatkan adalah biayanya. HR. at-Tirmidzi.  

HAK MILIK

                                                                                                                          
Milkiyah merupakan bagian terpenting dari hak aini.
 1. Keistimewaan yang diberikan oleh syara' kepada pemilik harta:
a. menghalangi orang lain untuk memanfaatkan tanpa ijin pemiliknya.
      b. dalam bertasarruf.
2. Halangan syara' yang membatasi kebebasan pemilik dalam bertasarruf:
    a. Disebabkan pemilik dipandang tidak cakap secara hukum. Seperti: anak kecil
        atau cacat mental (safih).
    b. Untuk melindungi hak orang lain, seperti: pada harta bersama.

 3. Sebab-sebab pemilikan
    a. Ihraz al-mubahat (penguasaan harta mubah) = harta benda yang tidak termasuk
       dalam milik yang dilindungi (dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan
       hukum untuk memilikinya. Seperti: ikan di laut;  rumput di pinggir sungai; hewan
       di hutan. Syarat yang harus dipenuhi:
       1) tidak ada orang lain yang mendahului      من سبق إلى مـباح فقـد ملكه.  
       2) penguasaan harta itu dilakukan untuk tujuan dimiliki.
          
           Dalam sebuah negara: konsep ihraz al-mubahat menjadi terbatas, karena adanya aturan hukum yang membatasi harta mubah apa saja yang dapat dimiliki secara bebas. Karena demi melindungi kepentingan publik, negara berhak menyatakan sumber kekayaan alam tertentu sebagai milik negara. Misalnya: barang tambang – kayu di hutan – hewan langka – cagar alam dan lain-lain. Maka kata "larangan hukum" = mencakup kebijakan yang diterbitkan negara.
    b. Tawallud (berkembang biak)                                                                        
         berlaku = pada harta yang bersifat produktif = hewan – kebun – sektor jasa
         mobil – rumah (sewa).
    c.  khalafiyah (penggantian), ada 2 cara:
      1) Penggantian atas seseorang oleh orang lain, misalnya: pewarisan.
      2) Penggantian benda atas benda yang lainnya, misalnya: pertanggungan karena
          merusakkan barang/menghilangkan.
    d.  Akad = merupakan sebab pemilikan yang paling kuat dan luas berlaku dalam
         kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi harta kekayaan.
         Dalam Islam: pemilik harta bebas memanfaatkan dan mengembangkannya
         sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari'ah Islam.  Namun
         pemilik hakiki adalah Allah, harta di tangan manusia adalah amanah. – Individu
         bagian dari masyarakat, maka dalam setiap harta yang dimiliki oleh individu
         terdapat hak-hak orang lain yang harus dipenuhi = zakat. – maka kebebasan
        dalam bertindak terhadap milik pribadinya tidak boleh melanggar hak publik
        yang berkaitan dengan kepentingan umum.
4. Pembagian macam-macam milkiyah: 
    a. Dari segi obyek:
    1) milk al-'ain (benda)
    2) milk al-manfaah
    3) milk ad-dain (milik piutang). Seperti: harta yang dihutangkan – harga jual yang
        belum terbayar – harga kerugian barang yang dirusak.
    b. Dari segi unsur harta (benda dan manfaat)
        1) Al-milk at-tam = pemilik benda dan manfaat
        2) Al-milk an-naqish = pemilik hanya salah satu unsur harta saja.
             a) pemilikan atas manfaat: diperoleh via ijarah – i'arah – wakaf
             b) pemilikan atas benda tanpa manfaat: wasiat 
    c.  Dari segi bentuk, milik dibedakan menjadi:
        1) milk mutamayyaz (milik jelas) = pemilikan sesuatu benda yang mempunyai batas-batas yang jelas; tertentu yang dapat dipisahkan dari yang lainnya. Seperti: pemilikan seekor binatang – sebuah kitab – sebuah rumah.
        2) milk masya' (milik campuran) = pemilikan atas sebagian, tidak tertentu dari sebuah harta benda. Seperti: pemilikan atas separuh rumah;  1/4 kebun dan sebagainya. Jika diadakan pembagian atas harta campuran maka menjadi milk mutamayyaz.
             Milk masya' = bisa berupa milk 'ain  atau milk dain, seperti ad-duyun al-musytarikah: 2 orang atau lebih membeli sesuatu secara tangguh.

BEBERAPA PRIPSIP PEMILIKAN
3.     Pada prinsipnya milk 'ain disertai milk manfa'ah, bukan sebaliknya.
2       Pada prinsipnya pemilikan pertama pada benda yang belum pernah dimiliki sebelumnya adalah sebagai milk tam.
3       Pada prinsipnya pemilikan sempurna tidak dibatasi waktu, sedang pemilikan naqish dibatasi waktu.
4       Pada prinsipnya pemilikan benda tidak dapat digugurkan, namun dapat dialihkan/dipindah.
5       Pada prinsipnya milk masya' atas benda, dalam hal tasharruf, sama posisinya dengan milk mutamayyaz = dalam hal ini boleh menjual, mewakafkan, berwasiat, tetapi tidak boleh tasharruf dalam 3 akad:
a. Rahn                   tujuan rahn: agunan pelunasan hutang, sehngga marhun (obyek rahn) harus diserahkan kepada murtahin. Tentu dalam hal ini tidak boleh hanya sebagian.
b. Hibah               harus disertai penyerahan, sedang penyerahan hanya dapat dilakukan pada milk mutamayyaz.
c. ijarah = tidak boleh hanya sebagian.   þ

HAK MILIK INDIVIDU

1. hak untuk memiliki      2. hak untuk memanfaatkan   3. Hak untuk memindahtangankan kekayaan yang diakui dan dipelihara dalam Islam. Tetapi mereka mempunyai kewajiban moral untuk menyerahkan harta, karena kekayaan itu juga merupakan hak masyarakat. Adz-dzariyat (51): 19
þÎûur   öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ                                                      
Ketentuan Syari'ah yang Mengatur Kekayaan Pribadi:
    
     1.    Pemilikan kekayaan
            Dalam Islam tidak diperbolehkan memiliki kekayaan yang tidak digunakan.
            Nabi saw bersabda, yag artinya: orang yang menguasai tanah yang tidak        
            bertuan tidak lagi berhak atas tanah itu jika setelah 3 tahun menguasainya
            Ia tidak menggarapnya dengan baik.
Seperti dipraktekkan Khalifah Umar yang mengambil kembali beberapa bid.Tanah yang telah diberikan Nabi kepada Bilal bin al-Haris, karena ia tidak memanfaatkan.     
     2.    pemanfaatan kekayaan
            a.  jika pemilik menggunakan kekayaan dengan boros dan tidak produktif.
            b.  memusatkan usaha dengan suatu cara tertentu dan mengabaikan cara yang
                lainnya.
            c. pemusatan kekayaan hanya di tangan sebagian kecil orang sehingga merugi-
                kan masyarakat secara keseluruhan.
       Dalam kasus seperti di atas, negara Islam berhak turun tangan untuk menjaga
       keseimbangan kepentingan dan kegiatan perekonomian.
  عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ وَرَأَى سِكَّةً وَشَيْئًا مِنْ آلَةِ الْحَرْثِ فَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ هَذَا بَيْتَ قَوْمٍ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ الذُّلَّ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَاسْمُ أَبِي أُمَامَةَ صُدَيُّ بْنُ عَجْلَان  رواه البخارى .                                                                                                                          
                Diriwayatkan oleh Abu Umamah bahwa ketika Nabi melihat sebuah bajak
       dan beberapa alat pertanian lainnya, beliau berkata yang artinya: Tidaklah barang
       barang ini masuk ke rumah suatu kaum melainkan dengan kehinaan (al-Bukhari).
       Maksudnya: suatu bangsa yang memusatkan diri hanya di bidang pertanian dg
       mengabaikan jalur pembangunan lainnya tidak akan mencapai kejayaan.
                 Jadi Islam menghendaki:
1)     pertumbuhan berimbang dan pembagian kekayaan berimbang. Al-Hasyr:7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB  ÇÐÈ
2)  pembayaran zakat. Membayar zakat sebanding dengan kekayaan yang
     dimiliki.
             3) penggunaan yang berfaedah
al-Baqarah (2): 261
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y Ÿ@Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ
                   al-Baqarah (2): 272  
  4 $tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz ¤$uqムöNà6ös9Î) ÷LäêRr&ur Ÿw šcqãKn=ôàè? ÇËÐËÈ
Al-Baqarah (2): 274
šúïÏ%©!$# šcqà)ÏÿYムOßgs9ºuqøBr& È@øŠ©9$$Î/ Í$yg¨Z9$#ur #vÅ ZpuŠÏRŸxtãur óOßgn=sù öNèdãô_r& yYÏã öNÎgÎn/u Ÿwur êöqyz óOÎgøn=tæ Ÿwur öNèd šcqçRtóstƒ ÇËÐÍÈ

          4)  penggunaan yang tidak merugikan
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَمْنَعُوا فَضْلَ الْمَاءِ لِتَمْنَعُوا بِهِ فَضْلَ الْكَلَإِ. رواه البخارى.
Janganlah engkau menahan kelebihan air, karena hal itu menahan pertumbuh-
 an tanaman. HR. al-Bukhari.
5)     pemilikan yang sah = tidak melawan hukum.  An-Nisa' (4): 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB öNä3|¡àÿRr& 4
     al-Baqarah (2): 188
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
         Mendapatkan harta via keputusan pengadilan'

             At-Taubah (9): 34 = menimbun harta    
 * šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ
6)     penggunaan berimbang, tidak boros ataupun tidak kikir.  Al-Isra' (17): 29
Ÿwur ö@yèøgrB x8ytƒ »'s!qè=øótB 4n<Î) y7É)ãZãã Ÿwur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# yãèø)tFsù $YBqè=tB #·qÝ¡øt¤C   
7)     pemanfaatan sesuai hak
8)     kepentingan kehidupan = hak waris.

KEPEMILIKAN UMUM/PUBLIC PROPERTY/AL-MILKIYAH AL-'AMAH

         Ijin Syari' kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda. Benda-benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Syari' sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja. (an-Nabhani, p.213).

        Benda-benda kategori kepemilikan umum = 3 jenis
  1. Fasilitas dan sarana umum                                                                                           Dalam kitab fiqh klasik sering disebut al-arfaq atau haq al-irtifaq (berikan contoh)
Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan (ibid.) Hadis Nabi yang berkaitan dengan sarana umum:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خِرَاشِ بْنِ حَوْشَبٍ الشَّيْبَانِيُّ عَنْ الْعَوَّامِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ.  رواه ابن ماجه.    
a.      Air di sini adalah air yang masih belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di sungai atau danau, bukan air yang dimiliki oleh perorangan di rumahnya. (al-Mawardi, al-Ahkam, p. 180-184.
b.     Al-Kala' = padang rumput, baik rumput basah/hijau maupun rumput kering yang tumbuh di tanah, gunung, atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya (asy-Syaukani, Nail, VI: 49). Termasuk didalamnya adalah hutan, dll.
c.      An-Nar = bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk kayu bakar. (Abd. Rahman al-Maliki, Politik Ek. P. 91. Termasuk bahan bakar minyak, batu bara, kayu bakar, dll.
Bentuk kepemilikan umum tidak hanya terbatas pada tiga macam benda tersebut, melainkan juga mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan persengketaan.

  1. Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu. Seperti sabda Nabi saw:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَبْنِي لَكَ بَيْتًا يُظِلُّكَ بِمِنًى قَالَ لَا مِنًى مُنَاخُ مَنْ سَبَقَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.      رواه الترمذى.
    Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai kepadanya).
              Makna Hadis tersebut bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin siapa saja yang lebih dahulu sampai di bagian tempat di Mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik perorangan, sehingga orang lain tidak boleh memilikinya.
              Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh karena itu, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkan, tidak boleh diijijnkan oleh penguasa. (Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam as- Sulthaniyah, p. 253).
             Berlaku juga untuk masjid (an-Nabhani, p. 182). Kereta api, instalasi air dan listrik, tiang listrik, saluran air dan pipanya.

  1. Barang tambang yang depositnya tidak terbatas.
Dasarnya Hadis Nabi tentang Abyad bin Hamal yang meminta kepada Nabi agar dia diijinkan mengelola tambang garam di daerah Ma'rab.
عَنْ سُمَيْرٍ عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ  أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْه.            رواه الترمذى                                                                 
Bahwa ia datang kepada Rasulullah saw meminta (tambang) garam, maka beliau pun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi "wahai Rasulullah, taukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir". Lalu ia berkata: kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu dari padanya. HR. at-Tirmidzi.
         Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam, tetapi meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas. Hal ini mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi (garam, batu mulia), atau tambang yang berada dalam perut bumi (emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah, dan sejenisnya. (al-Maliki, politik Ek., p.80).
      
           Barang tambang ini menjadi milik umum:
a.      Sehingga tidak boleh dimiliki oleh perorangan/beberapa orang
b.     Tidak boleh memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya.  Maka penguasa wajib membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negara wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjualnya dan menyimpannya di bait al-mal. (Abd. Al-Qadim Zallum, al-Amwal, p. 89).
                Adapun barang tambang yang depositnya tergolong kecil, atau terbatas, dapat dimiliki oleh perorangan atau perserikatan. Hal ini didasarkan pada Hadis Nabi yang mengijinkan Bilal bin Haris al-Muzani memiliki barang tambang yang sudah ada di bagian Najd dan Tihamah. (Abu Ya'la, al-Ahkam, p. 264). Hanya saja mereka wajib membayar KHUMUS (1/5) dari produksinya kepada Bait al-Mal.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْطَعَ بِلَالَ بْنَ الْحَارِثِ الْمُزَنِيَّ مَعَادِنَ الْقَبَلِيَّةِ وَهِيَ مِنْ نَاحِيَةِ الْفُرْعِ فَتِلْكَ الْمَعَادِنُ لَا يُؤْخَذُ مِنْهَا إِلَّا الزَّكَاةُ إِلَى الْيَوْمِ    رواه أبو داود.

KEPEMILIKAN NEGARA/ MILKIYAH AD-DAULAH/
STATE PRIVATE

Yaitu: harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin/rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah/negara.
                     Khalifah/negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihadnya.
                     Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya. (an-Nabhani, an-Nizam, p. 218).
                     Kepemilikan negara meliputi:
1.     Semua jenis harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum.
2.     Bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu.


HARTA KATEGORI KEPEMILIKAN NEGARA
1.     Ghanimah, fai', khumus, anfal.
2.     Kharaj (hak atas tanah)
3.     Jizyah
4.     Pajak
5.     'Usyr (pajak penjualan diambil dari pedagang yang melewati batas wilayah).
6.     Harta yang tidak ada ahli warisnya
7.     Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad
8.     Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapattidak sejalan dengan syara'.
9.     Harta lain milik negara, seperti: padang pasir, gunung, pantai, laut, dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya. (abd al-Qadim Zallum, al-Amwal, p.39).

PRIVATISASI BUMN DI INDONESIA

 Ihwal privatisasi BUMN. 

Kebijakan privatisasi BUMN sesungguhnya menjadi agenda utama kebijakan ekonomi neo-liberal. Tentu saja hal ini menyebabkan dieksploitasinya kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk rakyat oleh perusahaan swasta, terutama transnasional. Kekayaan yang seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, pendidikan dan kesehatan gratis justru jatuh ke individu-individu. Wajarlah jika Indonesia yang kekayaan alamnya luar biasa, rakyatnya harus
           Dalam Islam kepemilikan dibagi tiga: individu, umum, dan negara. Yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah: 
a. segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital rakyat, yang ketiadaannya akan menyebabkan kehidupan masyarakat tidak berjalan baik seperti air dan sumber energi (gas, listrik, minyak bumi, tambang batu bara, dll); 
 berbagai komoditas yang secara alamiah tidak bisa dimiliki secara pribadi seperti lautan, sungai, taman umum, masjid, jalan umum, termasuk kereta api maupun alat transportasi lainnya; 

b. barang tambang yang depositnya tidak terbatas seperti sumberdaya mineral (garam, besi, emas, perak, timah dll).
Semua yang termasuk dalam kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta (seperti perusahan multi nasional) dan bukan pula milik negara. Negara hanya mengelolanya saja; hasil pendapatannya diserahkan ke Baitul Mal yang digunakan untuk kepentingan rakyat. Jadi, bisa kita bayangkan, betapa banyaknya sumber kas Baitul Mal. 

1.     PT. Semen Gresik – Krakatau Steel = status hasil produksinya bisa dimiliki perorangan. Negara bisa memprivatisasikannya dengan catatan saham yang dijual harus tidak lebih dari 55 %. Dampak privatisasi = bisa mempengaruhi harga-harga barang lainnya (harga rumah – sewa – pembangunan).

2.     Sektor jasa telekomunikasi dan perhubungan yang melibatkan PT. Telkom dan PT. Indosat, digolongkan kepemilikan negara. Meskipun termasuk dalam layanan urusan dan kepemilikan umum. Jika ada pesaing dari swasta, negara tetap harus memberikan pelayanan kepada warganya dalam bidang ini, sehingga terjadi fair competation dalam harga dan layanan jasa.

3.     Sektor jasa angkutan laut dan udara = PT. Angkasa Pura, PT. Pelindo II dan III = kepemilikan umum. Karena laut dan  udara = milik umum. Sehingga pelabuhan dan bandar udara  sebagai tempat bersandar = milik umum. Maka perusahaan tersebut tidak boleh diprivatisasi. Termasuk PT. KAI, PT. Jasa Marga. Hal tersebut berbeda dengan PT. PELNI = jasa angkutan laut, karena dari jenis kendaraannya kapal laut dapat dimiliki secara individu.  Dilihat dari segi prasarananya, laut = milik umum, namun pengoperasiannya tidak menghalangi siapa pun, mengingat sangat luasnya lautan (bandingkan dengan KA, sehingga status kepemilikannya berbeda).

4.     Sektor perkebunan dan Kehutanan, PT. Perkebunan Nusantara IV = kepemilikan negara, bisa diprivatisasi. Karena tanah boleh dimiliki secara individual. Sehingga pemilikan atas usaha pertanian dan perkebunan sifatnya juga individual. Berbeda dengan sektor KEHUTANAN = milik umum yang tidak boleh diprivatisasi.

5.     Privatisasi pada sektor pertanian dan perkebunan dibolehkan, dengan catatan selama negara bisa memberikan jaminan terhadap stabilnya harga produk pertanian dan perkebunan. Jika tidak bisa, maka lebih baik tidak dilakukan.

6.     kesimpulan:

a.      Ekonomi Islam menyelaraskan dan melindungi 2 kepentingan yang berbeda: kepentingan dunia dan akhirat, dengan melibatkan negara sebagai wakil Allah di bumi, dan sekaligus sebagai pemegang amanah dari seluruh rakyat dengan memegangi ketentuan syara'.
b.     Privatisasi diperbolehkan pada jenis kepemilikan harta individual dan sebagian jenis kepemilikan harta negara, dengan adanya jaminan kestabilan harga oleh negara.
c.      Kepemilikan harta umum = tidak boleh diprivatisasi. Dalam hal negara dilarang melakukan privatisasi BUMN, maka wajib mencabut ijin pengelolaan barang tambang yang sudah terlanjur diberikan kepada swasta, termasuk di dalamnya adalah perusahaan minyak asing raksasa Exxon (via Caltex) dan PT. Freeport Indonesia di Papua.


Ekonomi Islam Vs Ekonomi Neo-Liberal

 Banyak yang tahu dan paham bahwa baik neo-liberalisme maupun liberalisme adalah kebijakan ekonomi dunia yang berbahaya yang harus dilawan dan dicegah. Akan tetapi, tidak banyak yang tahu sistem ekonomi seperti apa yang bisa membendung kebijakan neo-liberalisme ini. Berharap pada sistem ekonomi Komunisme tentunya tidak bisa. Alih-alih sebagai pengganti, sistem ini sendiri sudah nyata-nyata ambruk. Pilihannya tinggal satu: Sistem Ekonomi Islam. Bagaimana sistem ini mampu menjadi lawan seimbang bagi Kapitalisme global? 

Kebijakan yang Bertolak Belakang 

Secara ideologis Islam dan Kapitalisme bertolak belakang. Islam menjadikan akidah Islam berikut syariatnya sebagai landasan sistem ekonominya. Sebaliknya, dasar sistem ekonomi Kapitalisme adalah sekularisme, yang menghalangi agama terlibat dalam ekonomi. Akibatnya, kebijakan ekonomi kapitalis lebih didasarkan pada hawa nafsu manusia yang rakus.
Lalu bagaimana pandangan dan solusi Islam terhadap kebijakan ekonomi neo-liberal ini?


1. Persoalan ekonomi: distribusi atau produksi? 

Kalangan ekonomi kapitalis (liberal) percaya bahwa persoalan ekonomi terletak pada masalah produksi. Maksudnya, persoalan ekonomi terletak pada tidak terbatasnya keinginan manusia, sementara sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhinya terbatas. Untuk menghilangkan gap ini harus dengan peningkatan produksi. Karena itu, hitungan angka rata-rata statistik seperti GDP (Gros domestik product) dan GNP (gross national product) adalah persoalan penting; tanpa melihat orang-perorang, apakah mereka sejahtera atau tidak.

Sebaliknya, dalam Islam, persoalan ekonomi terletak pada masalah distribusi kekayaan. Sebenarnya terdapat sumber-sumber yang cukup untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan pokok 6 miliar penduduk dunia. Masalahnya adalah pada pendistribusian. Tidak sahihnya pendistribusian inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan yang luar biasa antara negara maju dan Dunia Ketiga (yang ironisnya mayoritas negeri-negeri Islam). 

Sejak 1994-1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia bertambah dari 40 miliar dolar AS menjadi lebih dari 1 trilun dolar AS; aset tiga orang terkaya di dunia lebih besar dari GNP 48 negara terbelakang; 1/5 orang terkaya di dunia mengkonsumsi 86% semua barang dan jasa; 1/5 orang termiskin dunia hanya mengkonsumsi kurang dari 1% saja (The United Nations Human Development Report, 1999). 
Di sinilah peran negara, yang dalam pandangan ekonomi Islam, wajib melakukan pendistribusian kekayaan ini dengan mekanisme tertentu yang sesuai dengan syariat Islam sehingga setiap orang terpenuhi kebutuhan pokoknya. 

2. Peran negara: perlu atau tidak?

Konsekuensi dari keyakinan tentang persoalan ekonomi di atas, penganut ekonomi neo-liberal percaya bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai sebagai hasil normal dari kompetisi bebas. Harga barang dan jasa selanjutnya menjadi indikator apakah sumberdaya telah habis atau masih banyak. Jika harga murah berarti persediaan memadai. Sebaliknya, jika harga mahal berarti produknya mulai langka. Dalam keadaan harga tinggi, orang akan menanamkan modal kesana. Oleh sebab itu, harga menjadi tanda apa yang diproduksi. Itulah alasannya, mengapa negara tidak perlu campur tangan; serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar untuk berkerja. 

Sebaliknya, dalam Islam negara memiliki peran yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan rakyatnya; termasuk pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan. Ini merupakan policy mendasar ekonomi Islam. Sebab, bisa jadi seorang individu tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dengan berbagai alasan seperti cacat tubuhnya atau lemah akalnya, sementara keluarganya tidak cukup untuk membantu. 

Di samping itu negara  harus berperan untuk menjamin pendistribusian kekayaan berdasarkan syariah seperti: memungut dan membagikan zakat; melarang penimbunan kekayaan, investasi pada bank ribawi untuk mendapatkan keuntungan dari bunga, penimbunan emas dan perak, penimbunan barang yang mengancam kewajaran harga pasar, pemilikan harta milik umum oleh individu/swasta, dsb.
Negara juga bertanggung jawab untuk mengelola kepemilikan umum (milkiyah ‘amah) untuk kepentingan rakyat banyak, memanfaatkan sumber-sumber pendapatan negara untuk rakyat, menciptakan situasi perekonomian yang kondusif seperti keluasan lapangan kerja dan kemampuan yang tinggi dari para pekerja (profesionalitas). 

3. Subsidi bagi rakyat: penting atau tidak?

Menurut ekonom liberal, subsidi adalah racun bagi rakyat. Karena itu, subsidi harus dicabut. Alasannya, selain bertentangan dengan prinsip menjauhkan campur tangan negara dalam perekonomian, subsidi juga bertentangan dengan prinsip pasar bebas. Ini pula alasan mengapa dalam kebijakan ekonomi neo-liberal harus ada privatisasi perusahaan yang dikelola negara agar tidak menghalangi terjadinya persaingan bebas dalam pasar bebas.

Sebaliknya, dalam Islam, karena prinsip politik ekonominya adalah menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat, adalah wajar bahkan wajib negara memberikan bantuan secara gratis kalau memang ada rakyat yang tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya. Adalah tanggung jawab negara juga menyediakan fasilitas kebutuhan kolektif masyarakat yang vital seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan keamanan secara murah. Apalagi biaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut memang milik rakyat (milkiyah ‘âmah) dan digunakan untuk kepentingan rakyat. 

Terbukti pula bahwa pencabutan subsidi dalam kebijakan ekonomi neo-liberal telah mengsengsarakan rakyat. Kebutuhan pokok rakyat pun terbaikan. Beban mereka semakin berat akibat negara lepas tangan dalam masalah pendidikan, pendidikan, dan kesehatan yang mahal akibat diserahkan ke mekanisme pasar (privatisasi). 

4. Pasar bebas atau tidak? 

Jelas, dalam pandangan neo-liberal harus ada liberalisasi perdagangan dalam bentuk pasar bebas. Agenda utama liberalisasi perdagangan adalah penghapusan hambatan non-tarif (proteksi) dan penurunan tarif perdagangan dalam transaksi perdagangan internasional. Tujuannya, masih menurut ekenom neo-liberal, untuk memacu semakin meningkatnya volume perdagangan antarnegara di seluruh dunia. Mereka berharap, kalau volumenya bertambah akan menjadi motor penggerak bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan (Kruman dan Obstfeld, Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan, 2002). 

Persoalannya, persaingan ini tidak seimbang. Dengan perbedaan struktur, perkembangan ekonomi, dan ketimpangan kemampuan sains dan teknologi, negara terbelakang tidak akan mampu bersaing melawan negara maju. Yang terjadi adalah dominasi negara-negara maju dalam perdagangan dunia yang membuat mereka semakin untung; negara terkebelakang hanya jadi obyek dalam pasar bebas ini. Celakanya lagi, sektor-sektor industri yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat seperti pertanian dan sektor informal disikat habis akibat ketidakseimbangan persaingan ini. Tanah pertanian mereka pun digusur menjadi industri pabrik pemilik modal besar

Apalagi kalau perusahan-perusahan transnasional ini masuk pada industri yang sebenarnya termasuk dalam kategori milik umum (milkiyah âamah) seperti minyak, air, atau tambang emas; pastilah negara terbelakang akan kalah bersaing. Akibatnya, lewat keunggulan modal dan teknologi, kekayaan alam negara-negara terbelakang itu disedot habis oleh negara maju. Perdagangan bebas dan investasi asing menjadi senjatanya. Negara terbelakang pun semakin termiskinkan. Mereka menjadi kuli di tanah air mereka sendiri. 

Dalam Islam sendiri, dibedakan antara perdagangan dalam negeri dan luar negeri. 
Perdagangan dalam negeri berkaitan dengan aktivitas antar rakyat (warga) negara. Aktivitas ini tidak butuh campur tangan negara. Hanya saja, aktivitas ini tetap membutuhkan pengarahan secara umum agar tiap individu yang melakukan perdagangan terikat pada hukum syariat dalam jual-belinya; termasuk memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar. (Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Ekonomi Alternatif Persfektif Islam, hlm. 325). Berkaitan dengan perdagangan dalam negeri ini negara tidak boleh mematok harga tertentu untuk barang, apapun alasannya. Harga barang diserahkan kepada pasar.

Adapun perdagangan luar negeri adalah aktivitas jual-beli yang berlangsung antara bangsa dan umat. Oleh karena itu, negara akan campur tangan. Hubungan-hubungan antarbangsa seperti ini harus tunduk pada kekuasaan negara; negaralah yang mengatur dan mengarahkan perdagangan tersebut secara langsung. Islam dalam konteks ini menolak perdagangan bebas. Negara Islam akan melarang dikeluarkannya beberapa komoditi dan membolehkan komiditi lain sesuai dengan pertimbangan syariat. Negara  tentu saja akan melarang warganya yang menjual senjata kepada pasukan musuh, misalnya. Negara juga tidak membolehkan pihak asing untuk melakukan investasi untuk menguasai sektor-sektor yang berhubungan dengan pemilikan umum, seperti minyak dan tambang emas. Perusahan-perusahan multinasional tidak akan dibolehkan memanfaatkan apalagi memiliki sumber-sumber alam negara. 

Negara juga akan campur tangan dalam pelaku bisnis kafir harbi atau mu’âhad. Sebab, prinsip yang diadopsi oleh negara dalam aktivitas perdagangan ini adalah prinsip asal-muasal (kewarganegaraan) pedagangnya, bukan asal-muasal komoditasnya. Negara  pada prinsipnya akan menolak setiap perdagangan yang justru memberikan jalan bagi pihak luar untuk menguasai dan mendominasi negara seperti yang terjadi sekarang ini. Setiap warga negara berkewajiban mengamankan negara sehingga tidak bergantung pada produk-produk asing yang mengancam kemandirian negara. Warganegara didorong untuk memperkuat dan memanfaatkan produk lokal serta mendorong ekspor. Dalam hal ini, negara boleh memproteksi pasar dalam negeri dari masuknya barang-barang yang justru mengancam industri dalam negeri seperti dalam bidang pertanian.


5. Liberalisasi keuangan: diterima atau ditolak?

Pada dasarnya liberalisasi keuangan dalam kebijakan ekonomi neo-liberal ditujukan untuk mendorong pengintegrasian sebuah negara secara penuh ke dalam sistem perekonomian dan keuangan internasional. Dengan demikian, akan terbentuk jalan bebas hambatan bagi berlangsungnya transaksi keuangan dan perdagangan antar berbagai negara di seluruh dunia (Singh, Memahami Globalisasi Keuangan, 1998)
Persoalannya, akibat liberalisasi ini negara-negara miskin sangat rentan terhadap berbagai gejolak dan spekulasi moneter yang dilakukan spekulan internasional dari negara kaya tertentu. Banyak pihak yang percaya, krisis moneter di Asia pada 1997, yang kemudian juga menguncang Indonesia, merupakan permainan para spekulan internasional ini. 

Apalagi liberalisasi keuangan berarti menjadikan dolar sebagai mata uang yang dominan di dunia internasional. AS memegang kendali nilai mata uang dunia dan dengan mudah mempengaruhi perekonomian negara lain. Dolar kemudian menjadi alat penjajahan AS di dunia internasional. 

Dalam hal ini, Negara Islam akan menerapkan sistem mata uang dengan standar emas dan perak, bukan dolar. Dengan demikian, sistem moneter internasional akan terjadi secara adil. Siapapun yang ingin mencetak uang kertas harus mengupayakan persediaan emas dan perak yang setara. Berbeda dengan saat ini, AS hanya tinggal mencetak uang kertas, sementara negara lain harus melakukan jual-beli untuk mendapat dolar. Percetakan uang kertas dalam jumlah yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan kekayaan real juga telah menjadi akar penyebab inflasi. 
  

Ekonomi Islam Vs Ekonomi Neo-Liberal :
>Ekonomi Islam menjadikan Aqidah Islam dan Syariatnya sebagai landasan sistem ekonominya
>Ekonomi Kapitalisme menjadikan Sekulerisme, yang menghalangi agama terlibat dalam kebijakan ekonomi

 Sejarah Kemunculan Ekonomi Neo-Liberal :
1.Teori Adam Smith dalam buku “The Wealths of Nations” tentang kebangkitan tatanan

   Ekonomi yang berkeadilan  dengan konsep Pasar Bebas

2.Runtuhnya teori ini pada Tahun 1930 ketika ekonomi dunia depresi berat


3.Munculnya pembaharu ekonomi J. Maynard Keynes Tertuang dalam bukunya The General

   Theory of Employment Interest and Money

Sejarah Ekonomi Neo Liberalisme di Indonesia:
1.Kebijakan ekonomi Pemerintah orde Baru


2.Berdirinya konsorsium International Government Group on Indonesia (IGGI) atas kerjasama

   pemerintah dengan Bank  Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan
   Asia (ADB), menjelang tahun 1970

3.Indikasi tonggak kebijakan Liberalisasi Ekonomi pada era 80’an
   - Liberalisasi sektor keuangan
   - Liberalisasi sektor Industri
   - Liberalisasi sektor Perdagangan

Kebijakan Ekonomi Pra Reformasi : Indikasi Masuknya Indonesia dalam “Kubangan Ekonomi Neo Liberal"
1.Penghapusan berbagai subsidi pemerintah secara bertahap dan diserahkannya harga-harga

   berbagai barang strategis ke mekanisme pasar

2.Nilai kurs diambangkan secara bebas (floating rate) sesuai dengan LOI dengan IMF

   (dikembalikan pada mekanisme pasar)

3.Privatisasi BUMN


4.Peran serta pemerintah dalam WTO yang kian memperjelas Indonesia masuk dalam

   kubangan liberalisasi ekonomi

Dampak Ekonomi Neo-Liberal :  
1.Dikuasainya sektor kepemilikan umum oleh swasta


2.Pemerintah harus melepas peran dalam berbagai pengelolaan ekonomi


a. Melalui privatisasi BUMN
      - Dibidang Kehutanan
      - Dibidang Perminyakan
      - Dibidang Pertambangan
b.Bobroknya lembaga keuangan dan masuknya Indonesia ke dalam jerat utang
- Liberalisasi pasar berbasis bunga
- Privatisasi bank- bank pemerintah


3.Munculnya kesenjangan ekonomi