HUKUM PERSAINGAN
USAHA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam
Bisnis
Disusun Oleh :
1. SAHIDA UTAMI NIM:
07390025
2. MUHAMAT YUSUF NIM: 07390039
3. FUAD MUHAMMAD N NIM:
07390040
4. PRAYITNO NIM: 08390068
5. ANGIE CYNTIA WATI NIM: 09390001
Dosen:
Budi Ruhiatuddin, S.H., M.Hum
JURUSAN KEUANGAN ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
PENDAHULUAN
Persaingan
sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Dunia yang kita
kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan manusia dalam berbagai aspek.
Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa
manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur
menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Untuk terciptanya keadilan dan
kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah
persaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah
persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang
kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha
dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak
ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Seiring dengan
Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang hukum ekonomi
dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
yang di banyak negara disebut Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang seperti
ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim
usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan harapan
dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada
setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha. Dengan adanya
larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapat bersaing secara
wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat banyak dalam berusaha,
sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang terjadi timbul secara
kompetitif. Di samping itu dalam rangka menyosong era perdagangan bebas, kita
juga dituntut untuk menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang mengatur
hubungan ekonomi dan bisnis antar bangsa. Dengan demikian dunia internasional
juga mempunyai andil dalam mewujudkan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut Arie
Siswanto, hukum persaingan usaha (competition
law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan
itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah hukum persaingan usaha adalah
seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan
dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal
yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan kebijakan persaingan (competition policy) merupakan kebijakan
yang berkaitan dengan masalah-masalah di bidang persaingan usaha yang harus
dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan melindungi
kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin terlaksananya
pasar yang optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga dan tingkat
keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk.
B.
Pentingnya Hukum Persaingan Usaha
Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan
main, karena terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan
baik (adanya informasi yang asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya
ada usaha-usaha dari pelaku usaha untuk menghindari atau menghilangkan
terjadinya persaingan di antara mereka. Berkurangnya atau hilangnya persaingan
memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh lebih besar. Di Indonesia,
pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula
dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala
sektor. Adapun falsafah yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut
ada tiga hal, yaitu:
1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan
kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Bahwa demokrasi
dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga
negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau
jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia
harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak
menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan
tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia
terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
Oleh
karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan
memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk
meneiptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan
kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat
dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara
mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang
tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif,
di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Adapun
beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:
1.
Menjaga kepentingan
umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.
Mewujudkan iklim usaha
yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat.
3.
Mencegah praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku
usaha.
4.
Berusaha menciptakan
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
adalah terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang
usaha yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para
pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk
(barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan beralih
kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa, secara tidak
langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan keuntungan bagi
konsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan
pelayanan yang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah
berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut
tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999.
C.
Sistematika dan Isi Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 dapat dikelompokkan ke dalam 11 Bab
dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian, yang cakupan materi dan
sistematikanya sebagai berikut.
NO.
|
BAB
|
PERIHAL/ISI/TENTANG/MATERI
|
PASAL
|
JUMLAH
|
1
|
I
|
Ketentuan dan Umum
|
1
|
1 pasal
|
2
|
II
|
Asas dan Tujuan
|
2 s.d. 3
|
2 pasal
|
3
|
III
|
Perjanjian yang
Dilarang
|
4 s.d. 16
|
13 pasal
|
4
|
IV
|
Kegiatan yang
Dilarang
|
17 s.d. 24
|
8 pasal
|
5
|
V
|
Posisi Dominan
|
25 s.d. 29
|
5 pasal
|
6
|
VI
|
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha
|
30 s.d. 37
|
8 pasal
|
7
|
VII
|
Tata Cara Penanganan
Perkara
|
38 s.d. 46
|
9 pasal
|
8
|
VIII
|
Sanksi
|
47 s.d. 49
|
3 pasal
|
9
|
1X
|
Ketentuan Lain
|
50 s.d. 51
|
2 pasal
|
10
|
X
|
Ketentuan Peralihan
|
52
|
1 pasal
|
11
|
XI
|
Ketentuan Penutup
|
53
|
1 pasal
|
Jumlah
|
53
|
53 pasal
|
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diperlengkapi
pula dengan:
1. Penjelasan Umum; dan
2. Penjelasan Pasal Demi Pasal.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dinyatakan bahwa secara umum, materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri atas:
1. Perjanjian
yang Dilarang;
2. Kegiatan
yang Dilarang;
3. Posisi
Dominan;
4. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan
Hukum;
6. Ketentuan Lain-lain
D.
Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang
Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
1.
Jenis-Jenis Perjanjian yang Dilarang
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengartikan "perjanjian" adalah suatu perbuatan satu atau lebih
pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun jenis-jenis perjanjian yang dilarang
oleh Undang-Undang Antimonopoli diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16
sebagai berikut:
a.
Oligopoli (pasal 4);
b. Penetapan harga (pasal 5);
c.
Diskriminasi harga dan
diskon (pasal 6 sampai dengan pasal 8);
d. Pembagian wilayah (pasal 9);
e.
Pemboikotan (pasal
10);
f.
Kartel (pasal 11);
g. Trust (pasal 12);
h. Oligopsoni (pasal 13);
i.
Integrasi vertikal
(pasal14);
j.
Perjanjian tertutup
(pasal 15); dan
k. Perjanjian dengan luar negeri (pasal 16).
2. Jenis-Jenis Kegiatan
yang Dilarang
Kegiatan adalah suatu
aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan
dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan
yang dilarang menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:
a.
monopoli (Pasal 17);
b. monopsoni (Pasal 18);
c.
penguasaan pasar
(Pasal 19);
d. dumping (Pasal 20);
e.
manipulasi biaya
produksi (Pasal 21); dan
f.
persekongkolan (Pasal
22).
3. Posisi Dominan
Pengertian
posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa
tertentu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha
dianggap memiliki "posisi dominan" apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang
atau jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 dapat diketahui bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha
karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
dapat dibedakan menjadi 4 macam yakni:
a. kegiatan
posisi dominan yang bersifat umum (Pasal 25);
b. jabatan
rangkap atau kepengurusan terafiliasi (Pasal 26);
c. kepemilikan
saham mayoritas atau terafiliasi (Pasal 27);
d. penggabungan,
peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan (Pasal 28 dan Pasal 29).
E.
Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
Di Indonesia, esensi
keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasti memerlukan pengawasan dalam
rangka implementasinya. Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan
kebijakan persaingan (competitive policy)
diikuti dengan berdirinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) guna
memastikan dan melakukan pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan dalam
Undang-Undang Antimonopoli tersebut.
KPPU adalah
sebuah lembaga yang bersifat independen, dimana dalam menangani, memutuskan
atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak
manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan
tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. KPPU juga merupakan lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus
persaingan usaha.
a) Tugas KPPU
Tugas
Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam Pasal 35
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan
melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti
perjanjian-perjanjian oligopoli, penerapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian
tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; melakukan penilaian terhadap
kegiataan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan melakukan penilaian
terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yang
disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham
dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999, di mana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah membuat
perjanjian yang dilarang atau melakukan kegiatan yang terlarang atau menyalahgunakan
posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administratif dengan memerintahkan pembatalan atau penghentian
perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang dilarang, serta
penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha atau sekelompok pelaku
usaha tersebut. Tugas lain dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang tidak kalah
penting adalah memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah
yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
dan menyusun pedoman dan/atau publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b) Wewenang KPPU
Sesuai
dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, secara lengkap kewenangan
yang dimiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. menerima laporan dari masyarakat dan/atau
pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat;
b. melakukan
penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat;
c. melakukan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh
pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil
penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil
pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi
ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
ini;
g. meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan f pasal ini, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi pemerintah
dalam kaitannya dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. mendapatkan,
meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
j. memutuskan
dan menerapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau
masyarakat;
k. memberitahukan
putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
1. menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
c)
Fungsi KPPU
Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas,
KPPU juga memiliki fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas
Persaingan Usaha. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan
penyalahgunaan posisi dominan.
2) Pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan.
3) Pelaksanaan administratif.
F. Tata
Cara Penanganan Perkara Penegakan Hukum Persaingan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur tata cara penanganan perkara penegakan
hukum persaingan usaha pada Pasal 38
sampai dengan Pasal 46. Dalam menangani perkara
penegakan hukum persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukannya secara proaktif atau dapat menerima pengaduan atau laporan dari
masyarakat. Pasal 40 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Komisi
Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini walaupun
tidak ada laporan, yang pemeriksaannya dilaksanakan sesuai tata cara sebagaimana
diatur dalam Pasal 39. Sebelumnya, dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengetahui bahwa telah terjadi atau
patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
ini dapat melaporkannya secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan
menyertakan identitas pelapor. Demikian pula pihak yang dirugikan sebagai akibat
terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkan
secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang lengkap
dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan,
dengan rnenyertakan identitas pelapor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan
penyelidikan, pemeriksaan, dan/atau penelitian terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha bisa berasal dari laporan atau pengaduan pihak-pihak
yang dirugikan atau pelaku usaha; bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang
rnengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini bisa disampaikan kepada Komisi Pengawas Persaingan
Usaha atau berasal dari prakarsa Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sebagai
jaminan atas diri pelapor, Pasal 38 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999
mewajibkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk merahasiakan identitas
pelapor, terutama pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan.
Mengenai tata cara penanganan perkara atas dugaan pelanggaran
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdiri dari 7 tahapan, antara lain:
1. Penelitian dan klarifikasi laporan, yang mencakup:
penyampaian laporan, kegiatan penelitian dan klarifikasi, hasil penelitian dan
klarifikasi, dan jangka waktu penelitian dan klarifikasi.
2. Pemberkasan, yang mencakup: pemberkasan, kegiatan
pemberkasan, hasil pemberkasan, dan jangka waktu pemberkasan.
3. Gelar laporan, yang mencakup: rapat gelar laporan, hasil
gelar laporan, dan jangka waktu gelar laporan.
4. Pemeriksaaan pendahuluan, yang mencakup: tim pemeriksa
pendahuluan, kegiatan pemeriksaan pendahuluan, hasil pemeriksaan pendahuluan,
jangka waktu pemeriksaan pendahuluan, dan perubahan perilaku.
5. Pemeriksaan lanjutan tim pemeriksa lanjutan, kegiatan
pemeriksaan lanjutan, hasil pemeriksaan lanjutan, dan jangka waktu pemeriksaan
lanjutan.
6. Sidang majelis komisi, yang mencakup: majelis komisi,
sidang majelis komisi, dan putusan komisi.
7. Pelaksanaan putusan, yang mencakup: penyampaian petikan
putusan, monitoring pelaksanaan putusan.
CONTOH
KASUS
Pengamat :
Dugaan Permainan Karena Pembeli Ikut Investasi
Bisnis | November 2, 2010 at 03:00
Jakarta (ANTARA News) – Pengamat ekonomi Faisal Basri
mengatakan, adanya dugaan permainan harga jual gas Blok Donggi-Senoro di
Sulteng sangat mungkin timbul karena pembeli gas yaitu Mitsubishi Corp, ikut
juga dalam investasi kilang LNG.
“Kasus ini pantas diperiksa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Kita tunggu saja kesimpulan KPPU itu,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia berharap, KPPU dapat mengungkap kolusi tender dan bisa
menghindari kerugian negara karena harga jual gas Donggi-Senoro masih jauh
dibawah harga pasaran.
Munculnya keputusan pemerintah untuk menjual 75 persen hasil gas
tersebut padahal di dalam negeri sendiri masih kekurangan gas, semakin
menunjukkan adanya tekanan dari pembeli untuk menjual gas lebih banyak ke luar
negeri dengan harga yang ternyata lebih murah.
“Pemerintah sebelumnya bertekad gas Donggi Senoro sebagian besar
untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi keputusan yang keluar sebaliknya,”
katanya.
Ia menegaskan, Pemerintah harus berani mengubah kebijakan itu
menjadi 25 persen untuk pembeli dari luar negeri sehingga 75 persen gas itu
bisa dinikmati didalam negeri termasuk memenuhi kebutuhan PLN yang bisa
memperbanyak pembangkit listriknya.
“Dengan sumber gas, PLN akan lebih efisien dan agar kenaikan Tarif
Dasar Listrik (TDL) tidak setinggi sekarang,” katanya.
Seperti diketahui, potensi kerugian negara dari perjanjian jual beli
gas (Gas Sales Agreement/GSA) Donggi Senoro diprediksi mencapai Rp50 triliun
dengan asumsi gas Senoro dijual dengan harga minyak 44-45 dolar AS per barel.
Dengan rata-rata harga minyak saat ini yang sebesar 45 dolar per barel,
seharusnya harga gas Senoro bisa mencapai 5-6 dolar per mmbtu, sementara pada
GSA tersebut harga gas hanya 2,8 dolar per mmbtu
Sebelumnya anggota Majelis KPPU, Tadjuddin mengungkapkan tender yang
dimenangkan oleh Misubishi itu diduga dilakukan secara tidak sehat karena saat
itu Mitsubishi menawarkan harga yang lebih mahal dari peserta lainnya.
“Mitsubisi menawarkan harga lebih mahal, tapi malah jadi
pemenang,”katanya.
Direktur Eksekutif Studi Sumber Daya Alam Indonesia (IRES), Marwan
Batubara mengatakan, pemerintah perlu menjalankan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam proses pengadaan secara konsisten dan objektif.
“Jika prinsip-prinsip tersebut dilanggar dan menimbulkan kerugian
negara triliunan rupiah, maka semua pihak yang terlibat dalam proses tender
harus diminta pertanggungjawabannya, termasuk pihak pemerintah yang membiarkan
terjadinya proses yang salah,” tegasnya.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, disinyalir formulasi harga GSA
antara PT Pertamina EP dengan DSLNG dan GSA PT pertamina HE Tomori dan PT Medco
HE Tomori dengan DSLNG yang ditandatangani pada 22 Januari 2009 adalah menjadi
sekitar 2.80 dolar/mscf pada harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Atau dapat disetarakan dengan kisaran 2,75 dolar/MMBtu pada harga
JCC minyak 44 dolar/bbl.
Harga itu lebih rendah daripada yang sebelumnya telah ditulis di
media massa yaitu sebesar 3.85 dolar/MMBtu pada harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Sebelumnya, mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla juga mengingatkan
produksi gas blok Donggi-Senoro sebaiknya tidak diekspor namun tetap
diperuntukkan memenuhi kebutuhan dalam negeri karena keuntungannya tiga kali
lipat dibandingkan di ekspor.
Rencananya Desember 2010 ini, PT DSLNG yakni konsorsium Pertamina,
Mitsubishi Corp dan Medco E & P akan memulai pembangunan kilang LNG di
Senoro untuk mencapai target pengapalan gas pada akhir 2013.
Cadangan gas di Senoro diperkirakan sebesar 250 MMSCFD (million
metric standard cubic feet per day/juta standar kaki kubik gas per hari) dan 85
MMSCFD dari Blok Matindok.
Pertamina EP-PPGM direncakan akan memasok 85 MMSCFD selama 15 tahun
mulai 2014 ke kilang DSLNG.
Sementara JOB Pertamina-Medco E & P Tomori Sulawesi akan memasok
250 MMSCFD dari Blok Senoro ke kilang. Selanjutnya, DSLNG melakukan pemasaran
yang sebagian besarnya untuk ekspor.(*)
(T.B013/B008/R009)
(T.B013/B008/R009)
SUMBER:
Sumber:
http://arsipberita.com/show/pengamat-dugaan-permainan-karena-pembeli-ikut-investasi-102262.html
PENUTUP
Tercapainya
tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 masih tergantung pada beberapa faktor, yakni Pertama,
kemampuan undang-undang itu sendiri dalam memberikan sejumlah rambu-rambu
sebagai pengaturannya; patut dinilai apakah rambu-rambu tersebut realistis
untuk saat ini untuk menciptakan reformasi dalam hukum bisnis. Kedua,
tergantung pada struktur hukum bisnis yang berlaku di Indonesia pada saat ini.
Usaha untuk mempaduserasikan undang-undang ini dengan berbagai undang-undang yang
mengatur persoalan bisnis di negara kita perlu dilakukan dan memerlukan waktu.
Dengan kata lain, berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini masih harus
ditindak lanjuti dengan usaha reformasi hukum bisnis pada umumnya.
Selain itu
dapat terlaksana atau tidaknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan tergantung
pada political will dan political commitment pemerintah untuk
melaksanakannya dan harus ada kemauan kuat, bukan kemauan setengah hati. Oleh karena
itu, pemerintah dituntut untuk melakukan penataan kelembagaan yang memungkinkan
dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan menyiapkan personel yang handal
sebagai pendukungnya. Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam dan
komprehensif bukan hanya pada materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 saja
tetapi juga terhadap semua komponen hukum bisnis yang berhubungan dengan hal
tersebut. Selain itu, pengkajian dan sosialisasi terhadap masyarakat juga
penting dalam mewujudkan terlaksananya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmadi Usman,
Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Thank's Mas Bro Infonya !!!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id
sama2... aq mbak.. bkn mas... ^_^
BalasHapusTerimakasih, sngt bermanfaat
BalasHapus
BalasHapuspolos dan sederhana, mr pedro adalah orang yang paling baik dan petugas pinjaman terbaik di layanannya. kami memiliki jalan yang sangat bergelombang selama seluruh proses renovasi bisnis kami, karena keadaan kehabisan dana. mr pedro tetap di atas semua pihak untuk memastikan semuanya tetap pada jalurnya untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat untuk menutup pinjaman kami. kami menghargai semua yang dia lakukan untuk kami dan kami sangat merekomendasikan dia dan perusahaan pinjamannya kepada siapa pun yang ingin mendapatkan pembiayaan. terima kasih kembali pak pedro. hubungi mr pedro jerome di: pedroloanss@gmail.com juga di whatsapp: +1-8632310632.