Jumat, 18 Oktober 2013

Hukum Persaingan Usaha

HUKUM PERSAINGAN USAHA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis


Disusun Oleh :
1.     SAHIDA UTAMI                                NIM: 07390025
2.     MUHAMAT YUSUF                          NIM: 07390039
3.     FUAD MUHAMMAD N                    NIM: 07390040
4.     PRAYITNO                                        NIM: 08390068
5.     ANGIE CYNTIA WATI                     NIM: 09390001
                                         
Dosen:
Budi Ruhiatuddin, S.H., M.Hum



JURUSAN KEUANGAN ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011



PENDAHULUAN

Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Dunia yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan manusia dalam berbagai aspek. Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan yang berangsur-angsur menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Untuk terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus dilakukan adalah persaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak luput dari sebuah persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak supaya tidak ada pihak-pihak  yang merasa dirugikan.
Seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut Undang-Undang Antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah diatur sejumlah larangan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya, dengan harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha. Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang terjadi timbul secara kompetitif. Di samping itu dalam rangka menyosong era perdagangan bebas, kita juga dituntut untuk menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang mengatur hubungan ekonomi dan bisnis antar bangsa. Dengan demikian dunia internasional juga mempunyai andil dalam mewujudkan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.





PEMBAHASAN


A.      Pengertian Hukum Persaingan Usaha
Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto, hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan kebijakan persaingan (competition policy) merupakan kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah di bidang persaingan usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dan melindungi kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan adalah untuk menjamin terlaksananya pasar yang optimal, khususnya biaya produksi terendah, harga dan tingkat keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan pengembangan produk.

B.      Pentingnya Hukum Persaingan Usaha
Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya informasi yang asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku usaha untuk menghindari atau menghilangkan terjadinya persaingan di antara mereka. Berkurangnya atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh lebih besar. Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Adapun falsafah yang melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut ada tiga hal, yaitu:
1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
3.    Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
            Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk meneiptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain:
1.       Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.       Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat.
3.       Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.       Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan beralih kepada produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa, secara tidak langsung Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

C.      Sistematika dan Isi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dikelompokkan ke dalam 11 Bab dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian, yang cakupan materi dan sistematikanya sebagai berikut.

NO.
BAB
PERIHAL/ISI/TENTANG/MATERI
PASAL
JUMLAH
1
I
Ketentuan dan Umum
1
1 pasal
2
II
Asas dan Tujuan
2 s.d. 3
2 pasal
3
III
Perjanjian yang Dilarang
4 s.d. 16
13 pasal
4
IV
Kegiatan yang Dilarang
17 s.d. 24
8 pasal
5
V
Posisi Dominan
25 s.d. 29
5 pasal
6
VI
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
30 s.d. 37
8 pasal
7
VII
Tata Cara Penanganan Perkara
38 s.d. 46
9 pasal
8
VIII
Sanksi
47 s.d. 49
3 pasal
9
1X
Ketentuan Lain
50 s.d. 51
2 pasal
10
X
Ketentuan Peralihan
52
1 pasal
11
XI
Ketentuan Penutup
53
1 pasal


Jumlah
53
53 pasal

Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diperlengkapi pula dengan:
 1. Penjelasan Umum; dan
 2. Penjelasan Pasal Demi Pasal.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa secara umum, materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri atas:
1. Perjanjian yang Dilarang;
2. Kegiatan yang Dilarang;
3. Posisi Dominan;
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan Hukum;
6. Ketentuan Lain-lain

D.      Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
1.     Jenis-Jenis Perjanjian yang Dilarang
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan "perjanjian" adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun jenis-jenis perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang Antimonopoli diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 16 sebagai berikut:
a.        Oligopoli (pasal 4);
b.       Penetapan harga (pasal 5);
c.        Diskriminasi harga dan diskon (pasal 6 sampai dengan pasal 8);
d.       Pembagian wilayah (pasal 9);
e.        Pemboikotan (pasal 10);
f.        Kartel (pasal 11);
g.       Trust (pasal 12);
h.       Oligopsoni (pasal 13);
i.         Integrasi vertikal (pasal14);
j.         Perjanjian tertutup (pasal 15); dan
k.       Perjanjian dengan luar negeri (pasal 16).
2.     Jenis-Jenis Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:
a.        monopoli (Pasal 17);
b.       monopsoni (Pasal 18);
c.        penguasaan pasar (Pasal 19);
d.       dumping (Pasal 20);
e.        manipulasi biaya produksi (Pasal 21); dan
f.        persekongkolan (Pasal 22).
3.     Posisi Dominan
                        Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap memiliki "posisi dominan" apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
                        Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4 macam yakni:
a. kegiatan posisi dominan yang bersifat umum (Pasal 25);
b. jabatan rangkap atau kepengurusan terafiliasi (Pasal 26);
c. kepemilikan saham mayoritas atau terafiliasi (Pasal 27);
d.  penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan (Pasal 28 dan Pasal 29).



E.      Penegakan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Di Indonesia, esensi keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasti memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai landasan kebijakan persaingan (competitive policy) diikuti dengan berdirinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) guna memastikan dan melakukan pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan dalam Undang-Undang Antimonopoli tersebut.
KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen, dimana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. KPPU juga merupakan lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus persaingan usaha.
a)  Tugas KPPU
            Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian oligopoli, penerapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; melakukan penilaian terhadap kegiataan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yang disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, di mana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah membuat perjanjian yang dilarang atau melakukan kegiatan yang terlarang atau menyalahgunakan posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif dengan memerintahkan pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha yang dilarang, serta penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tersebut. Tugas lain dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang tidak kalah penting adalah memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dan menyusun pedoman dan/atau publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b)  Wewenang KPPU
       Sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, secara lengkap kewenangan yang dimiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
b.  melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
c.  melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
e.  memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
g.  meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan f pasal ini, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i.  mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
j.  memutuskan dan menerapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
k.  memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
1.  menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
c)   Fungsi KPPU
Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di atas, KPPU juga memiliki fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut:
1)      Penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan.
2)      Pengambilan tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan.
3)      Pelaksanaan administratif.

F.    Tata Cara Penanganan Perkara Penegakan Hukum Persaingan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur tata cara penanganan perkara penegakan hukum persaingan usaha pada Pasal 38 sampai dengan Pasal 46. Dalam menangani perkara penegakan hukum persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukannya secara proaktif atau dapat menerima pengaduan atau laporan dari masyarakat. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini walaupun tidak ada laporan, yang pemeriksaannya dilaksanakan sesuai tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39. Sebelumnya, dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkannya secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. Demikian pula pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan rnenyertakan identitas pelapor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan penyelidikan, pemeriksaan, dan/atau penelitian terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha bisa berasal dari laporan atau pengaduan pihak-pihak yang dirugikan atau pelaku usaha; bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang rnengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini bisa disampaikan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau berasal dari prakarsa Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sebagai jaminan atas diri pelapor, Pasal 38 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 mewajibkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk merahasiakan identitas pelapor, terutama pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan.
Mengenai tata cara penanganan perkara atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdiri dari 7 tahapan, antara lain:
1.       Penelitian dan klarifikasi laporan, yang mencakup: penyampaian laporan, kegiatan penelitian dan klarifikasi, hasil penelitian dan klarifikasi, dan jangka waktu penelitian dan klarifikasi.
2.       Pemberkasan, yang mencakup: pemberkasan, kegiatan pemberkasan, hasil pemberkasan, dan jangka waktu pemberkasan.
3.       Gelar laporan, yang mencakup: rapat gelar laporan, hasil gelar laporan, dan jangka waktu gelar laporan.
4.       Pemeriksaaan pendahuluan, yang mencakup: tim pemeriksa pendahuluan, kegiatan pemeriksaan pendahuluan, hasil pemeriksaan pendahuluan, jangka waktu pemeriksaan pendahuluan, dan perubahan perilaku.
5.       Pemeriksaan lanjutan tim pemeriksa lanjutan, kegiatan pemeriksaan lanjutan, hasil pemeriksaan lanjutan, dan jangka waktu pemeriksaan lanjutan.
6.       Sidang majelis komisi, yang mencakup: majelis komisi, sidang majelis komisi, dan putusan komisi.
7.       Pelaksanaan putusan, yang mencakup: penyampaian petikan putusan, monitoring pelaksanaan putusan.






CONTOH KASUS

Pengamat : Dugaan Permainan Karena Pembeli Ikut Investasi
Bisnis | November 2, 2010 at 03:00


Jakarta (ANTARA  News) – Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, adanya dugaan permainan harga jual gas Blok Donggi-Senoro di Sulteng sangat mungkin timbul karena pembeli gas yaitu Mitsubishi Corp, ikut juga dalam investasi kilang LNG.
“Kasus ini pantas diperiksa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kita tunggu saja kesimpulan KPPU itu,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia berharap, KPPU dapat mengungkap kolusi tender dan bisa menghindari kerugian negara karena harga jual gas Donggi-Senoro masih jauh dibawah harga pasaran.
Munculnya keputusan pemerintah untuk menjual 75 persen hasil gas tersebut padahal di dalam negeri sendiri masih kekurangan gas, semakin menunjukkan adanya tekanan dari pembeli untuk menjual gas lebih banyak ke luar negeri dengan harga yang ternyata lebih murah.
“Pemerintah sebelumnya bertekad gas Donggi Senoro sebagian besar untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi keputusan yang keluar sebaliknya,” katanya.
Ia menegaskan, Pemerintah harus berani mengubah kebijakan itu menjadi 25 persen untuk pembeli dari luar negeri sehingga 75 persen gas itu bisa dinikmati didalam negeri termasuk memenuhi kebutuhan PLN yang bisa memperbanyak pembangkit listriknya.
“Dengan sumber gas, PLN akan lebih efisien dan agar kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak setinggi sekarang,” katanya.
Seperti diketahui, potensi kerugian negara dari perjanjian jual beli gas (Gas Sales Agreement/GSA) Donggi Senoro diprediksi mencapai Rp50 triliun dengan asumsi gas Senoro dijual dengan harga minyak 44-45 dolar AS per barel.
Dengan rata-rata harga minyak saat ini yang sebesar 45 dolar per barel, seharusnya harga gas Senoro bisa mencapai 5-6 dolar per mmbtu, sementara pada GSA tersebut harga gas hanya 2,8 dolar per mmbtu
Sebelumnya anggota Majelis KPPU, Tadjuddin mengungkapkan tender yang dimenangkan oleh Misubishi itu diduga dilakukan secara tidak sehat karena saat itu Mitsubishi menawarkan harga yang lebih mahal dari peserta lainnya.

“Mitsubisi menawarkan harga lebih mahal, tapi malah jadi pemenang,”katanya.
Direktur Eksekutif Studi Sumber Daya Alam Indonesia (IRES), Marwan Batubara mengatakan, pemerintah perlu menjalankan prinsip-prinsip yang berlaku dalam proses pengadaan secara konsisten dan objektif.
“Jika prinsip-prinsip tersebut dilanggar dan menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah, maka semua pihak yang terlibat dalam proses tender harus diminta pertanggungjawabannya, termasuk pihak pemerintah yang membiarkan terjadinya proses yang salah,” tegasnya.
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, disinyalir formulasi harga GSA antara PT Pertamina EP dengan DSLNG dan GSA PT pertamina HE Tomori dan PT Medco HE Tomori dengan DSLNG yang ditandatangani pada 22 Januari 2009 adalah menjadi sekitar 2.80 dolar/mscf pada harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Atau dapat disetarakan dengan kisaran 2,75 dolar/MMBtu pada harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Harga itu lebih rendah daripada yang sebelumnya telah ditulis di media massa yaitu sebesar 3.85 dolar/MMBtu pada harga JCC minyak 44 dolar/bbl.
Sebelumnya, mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla juga mengingatkan produksi gas blok Donggi-Senoro sebaiknya tidak diekspor namun tetap diperuntukkan memenuhi kebutuhan dalam negeri karena keuntungannya tiga kali lipat dibandingkan di ekspor.
Rencananya Desember 2010 ini, PT DSLNG yakni konsorsium Pertamina, Mitsubishi Corp dan Medco E & P akan memulai pembangunan kilang LNG di Senoro untuk mencapai target pengapalan gas pada akhir 2013.
Cadangan gas di Senoro diperkirakan sebesar 250 MMSCFD (million metric standard cubic feet per day/juta standar kaki kubik gas per hari) dan 85 MMSCFD dari Blok Matindok.
Pertamina EP-PPGM direncakan akan memasok 85 MMSCFD selama 15 tahun mulai 2014 ke kilang DSLNG.
Sementara JOB Pertamina-Medco E & P Tomori Sulawesi akan memasok 250 MMSCFD dari Blok Senoro ke kilang. Selanjutnya, DSLNG melakukan pemasaran yang sebagian besarnya untuk ekspor.(*)
(T.B013/B008/R009)
SUMBER: Sumber: http://arsipberita.com/show/pengamat-dugaan-permainan-karena-pembeli-ikut-investasi-102262.html






PENUTUP

Tercapainya tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 masih  tergantung pada beberapa faktor, yakni Pertama, kemampuan undang-undang itu sendiri dalam memberikan sejumlah rambu-rambu sebagai pengaturannya; patut dinilai apakah rambu-rambu tersebut realistis untuk saat ini untuk menciptakan reformasi dalam hukum bisnis. Kedua, tergantung pada struktur hukum bisnis yang berlaku di Indonesia pada saat ini. Usaha untuk mempaduserasikan undang-undang ini dengan berbagai undang-undang yang mengatur persoalan bisnis di negara kita perlu dilakukan dan memerlukan waktu. Dengan kata lain, berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini masih harus ditindak lanjuti dengan usaha reformasi hukum bisnis pada umumnya.
Selain itu dapat terlaksana atau tidaknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan tergantung pada political will dan political commitment pemerintah untuk melaksanakannya dan harus ada kemauan kuat, bukan kemauan setengah hati. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk melakukan penataan kelembagaan yang memungkinkan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan menyiapkan personel yang handal sebagai pendukungnya. Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam dan komprehensif bukan hanya pada materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 saja tetapi juga terhadap semua komponen hukum bisnis yang berhubungan dengan hal tersebut. Selain itu, pengkajian dan sosialisasi terhadap masyarakat juga penting dalam mewujudkan terlaksananya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.













DAFTAR PUSTAKA

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.





4 komentar:

  1. sama2... aq mbak.. bkn mas... ^_^

    BalasHapus
  2. Terimakasih, sngt bermanfaat

    BalasHapus

  3. polos dan sederhana, mr pedro adalah orang yang paling baik dan petugas pinjaman terbaik di layanannya. kami memiliki jalan yang sangat bergelombang selama seluruh proses renovasi bisnis kami, karena keadaan kehabisan dana. mr pedro tetap di atas semua pihak untuk memastikan semuanya tetap pada jalurnya untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat untuk menutup pinjaman kami. kami menghargai semua yang dia lakukan untuk kami dan kami sangat merekomendasikan dia dan perusahaan pinjamannya kepada siapa pun yang ingin mendapatkan pembiayaan. terima kasih kembali pak pedro. hubungi mr pedro jerome di: pedroloanss@gmail.com juga di whatsapp: +1-8632310632.

    BalasHapus