PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia masih
sangat rendah. Hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian lembaga independen.
Penyebabnya adalah banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang sepenuhnya belum
memiliki corporate culture sebagai inti dari Good Corporate Governance.
Perkembangan yang sangat rendah tersebut telah membuka wawasan dan pemahaman
bahwa korporat kita belum menjalankan governansi dengan baik dan dikelola
secara benar. Kenyataannya perusahaan-perusahaan di Indonesia belum menjalankan
kewajibannya untuk mengatur dan menciptakan nilai tambah bagi stakeholder.
Penerapan
corporate governance didasarkan pada teori agensi. Teori agensi mendapat respon
lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada.[1]
Teori agensi dapat dijelaskan dengan hubungan antara manajemen dengan pemilik.
Namun ada dua kepentingan yang berbeda dari masing-masing pihak untuk mencapai
suatu kemakmuran (Irfan 2002) sehingga muncul informasi asimetri antara
manajemen dan pemilik. Oleh karena itu, manajer mempunyai kesempatan untuk
melakukan manajemen laba.[2]
Manajemen laba itu sendiri timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi
sebagai salah satu alat komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dan
kelemahan inheren yang ada pada akuntansi.[3]
Scott (2000:296) menyatakan bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan
manajer untuk suatu tujuan tertentu disebut dengan manajemen laba.
Tindakan manajemen laba dapat memunculkan kasus rekayasa laba untuk
menghindari pajak. (Hastuti, 2005) menyatakan bahwa perusahaan sebagian besar
melakukan manajemen melalui income decreasing. Pajak adalah salah satu
kewajiban yang harus dibayar oleh individu dan kelompok sebagai bukti
ketaatannya kepada Negara. Tetapi kenyataannya banyak individu maupun kelompok
yang tidak membayar pajak. Manajer perusahaan berusaha melakukan peningkatan
pendapatan melalui pengurangan pajak. Karena itu, manajer bertanggungjawab
untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dan sebagai imbalannya akan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kesepakatan.
Good Corporate Governance adalah serangkaian mekanisme yang
digunakan untuk membatasi timbulnya masalah asimetri informasi yang dapat
mendorong terjadinya manajemen laba (Darmawati, 2003). Oleh karena itu,
dibutuhkan pengawasan yang efektif oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan
pengelolaan perusahaan. Salah satu pihak yang memiliki peran penting dalam
terlaksananya konsep Good Corporate Governance adalah dewan komisaris yang
terdiri dari komisaris independen. Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan
dan kesuksesan perusahaan, karena dewan komisaris bertanggung jawab untuk
meningkatkan efisiensi serta daya saing perusahaan, sehingga dewan komisaris
dapat mengawasi segala tindakan manajemen dalam mengelola perusahaan.
Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007) menyatakan
bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan
yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen,
serta memberikan nasihat kepada manajemen. Beasley (1996) menyarankan bahwa
masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan
efektifitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kekurangan
laporan keuangan. Rajgopal et al (1999) dan Darmawati (2003), menyatakan
keberadaan komite audit dan komisaris independen dalam suatu perusahaan juga
terbukti efektif dalam mencegah praktek manajemen laba, karena keberadaan
komite audit dan komisaris independen bertujuan untuk mengawasi jalannya
kegiatan perusahaan.
Gul et al (2005) menyatakan ada beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu ukuran KAP tempat indikator
bekerja dan independen auditor. Selain itu, mekanisme Good Corporate Governance
ditandai dengan adanya kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen,
keberadaan komite audit, leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan yang
diyakini dapat membatasi perilaku
manajer dalam melakukan manajemen laba. Auditor dituntut untuk dapat bersikap
independen dalam mendeteksi kemungkinan perilaku menyimpang atau kecurangan
yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam penyusunan laporan keuangan.
(Setiawan, 2002) menyatakan manajemen laba sebagai campur tangan manajemen
dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri (manajer).
Ujiyanto dan Pramuka (2007) melakukan penelitian mengenai proposi
komisaris independen terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa keberadaan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Isnanta dan Mintara (2008) bahwa
keberadaan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba
karena penerapan GCG baru dirasakan dampaknya dalam waktu yang panjang.
Penelitian itu tidak konsisten dengan penelitian Herni dan Susanto (2008) yang
menunjukkan bahwa komisaris independen dalam perusahaan gagal menjadi salah
satu mekanisme GCG dalam mendeteksi manajemen laba.
Menurut Ujiyanto dan Pramuka (2007) proporsi jumlah dewan komisaris
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena besar kecilnya dewan komisaris
bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap
manajemen perusahaan. Tetapi penelitian Nasution dan Setyawan (2007) menyatakan
bahwa semakin besar dewan komisaris dalam perusahaan akan berhasil mengurangi
manajemen laba.
Wedari (2004) melakukan penelitian mengenai keberadaan komite audit
terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan interaksi dewan
komisaris dengan komite audit justru berpengaruh positif terhadap manajemen
laba. Berbeda dengan Veronica dan Utama (2005) bahwa variabel keberadaan komite
audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan. Penelitian Veronica
dan Utama (2005) ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Darmawanti (2003) dan Darmayanthi (2004).
Independen auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba,
penelitian itu tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Mutia dan Mayangsari (2004) serta Susiana dan Herawati (2007) karena terkait
dengan ketidakmampuan auditor dalam mendeteksi terjadinya manajemen laba
melalui proses audit laporan keuangan.
Ketidakkonsistenan
hasil-hasil peneliti terdahulu mengenai pengaruh penerapan mekanisme Good Corporate Governance terhadap
manajemen laba mendorong untuk meneliti kembali setiap variabel dari penelitian
terdahulu yang telah disebutkan. Maka dari itu, berdasarkan latar belakang
gabungan dari dua proposal diatas, kami mengambil judul: “PENGARUH KEBERADAAN KOMISARIS INDEPENDEN, KEBERADAAN
KOMITE AUDIT, INDEPENDEN AUDITOR, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE TERHADAP
MANAJEMEN LABA.”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah pengaruh keberadaan komisaris independen terhadap
manajemen laba?
2.
Bagaimanakah pengaruh keberadaan
komite audit terhadap manajemen laba?
3.
Bagaimanakah pengaruh independen
auditor terhadap manajemen laba?
4.
Bagaimanakah pengaruh
profitabilitas terhadap manajemen laba?
5.
Bagaimanakah pengaruh leverage
terhadap manajemen laba?
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian
Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan
dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh keberadaan komisaris independen, keberadaan
komite audit, independen auditor, profitabilitas, dan leverage terhadap
manajemen laba
2. Untuk
meminimalisir perilaku manajer dalam menjalankan tugasnya mengatur manajemen
laba.
D. Tinjauan Penelitian
Hasil penelitian terdahulu mendukung pendapat bahwa leverage dan profitabilitas berpengaruh
terhadap manajemen laba. Oleh karena itu, semakin besar leverage maka
kemungkinan manajer untuk melakukan manajemen laba akan semakin besar pula.
Sedangkan keuntungan yang dihasilkan perusahaan selama tahun berjalan dapat
menjadi indikator terjadinya praktik manajemen laba dalam suatu
perusahaan.
Adapun keberadaan komisaris independen, keberadaan
komite audit, dan independen auditor tidak berpengaruh terhadap praktik
manajemen laba. Dengan demikian, komisaris independen dinilai gagal menjadi
salah satu mekanisme GCG dalam mendeteksi manajemen laba. Komite audit dan
independensi auditor dianggap gagal menjadi salah satu mekanisme GCG karena
ketidakmampuan keduanya dalam menyusun laporan keuangan.
Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan gambaran jelas berkaitan dengan
manajemen laba, yang dikhususkan pada pengaruh keberadaan komisaris independen, komite audit,
independen auditor, profitabilitas, serta leverage terhadap manajemen laba.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa pemahaman tentang mekanisme GCG dalam
manajemen laba semakin rumit dan perlu diteliti.
E. Teori
Good Corporate Governance adalah serangkaian mekanisme
yang digunakan untuk membatasi timbulnya masalah asimetri informasi yang dapat
mendorong terjadinya manajemen laba (Darmawati, 2003). Asimetri itu muncul
karena manajemen dan pemilik mempunyai kepentingan yang berbeda di dalam
perusahaan, sehingga manajer ada kesempatan untuk melakukan manajemen laba.
Gul et al (2005) menyatakan ada beberapa indikator yang
dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu independen auditor.
Independen auditor dinilai dari lamanya penugasan auditor di perusahaan yang
sama. Selain itu Rajgopal et al (1999) dan Darmawati (2003) menyatakan bahwa
keberadaan komisaris independen dan komite audit dalam suatu perusahaan
terbukti efektif mencegah terjadinya praktek manajemen laba. Keberadaan
komisaris independen berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan
keputusan. Sedangkan komite audit berfungsi untuk membantu dewan komisaris
dalam mengawasi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan (Mayangsari,
2004).
Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban
dengan total aktiva perusahaan.[4] Hal itu menunjukkan
besarnya aktiva yang dimiliki perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Oleh kerena
itu, semakin tinggi nilai leverage, maka resiko yang akan dihadapi investor
akan semakin tinggi dan para investor akan meminta keuntungan yang semakin
besar. Sedangkan profitabilitas merupakan indikator kinerja manajemen dalam
mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan
perusahaan. (Sudarmadji dan sularto, 2007).
F. Hipotesa
Berdasarkan kerangka teori dan hasil penelitian
sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Keberadaan komite audit memberikan pandangan mengenai
masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi, dan
pengendalian intern. Selain itu keberadaan komite audit dapat membantu dewan
komisaris dalam mengawasi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan.
Komite audit dibentuk untuk mengawasi pengelolaan perusahaan.[5]
Wedari (2004) menunjukkan interaksi
dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Ia meneliti
interaksi tersebut menggunakan sampel perusahaan non financial listing di BEJ
untuk tahun 1994 hingga 2002. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate
governance dengan proksi komite audit terhadap manajemen laba.
Independen auditor
merupakan factor yang dapat mengurangi terjadinya manajemen laba. Auditor yang
tidak independen adalah auditor yang telah lama bertugas di perusahaan yang
sama. karena penilaian auditor dinilai dari berapa lama waktu ia bertugas di
perusahaan tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate
governance dengan proksi independen auditor terhadap manajemen laba.
Menurut Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007)
menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat
bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para
manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat
kepada manajemen. Dengan kata lain komisaris independen mempunyau fungsi sebgai
penyeimbang dalam pengambilan keputusan guna memberikan perlindungan terhadap
stakeholder. Keberadaan komisaris independen juga berfungsi sebagai pengurang
kecenderungan terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan.[6]
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai
berikut:
H3: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate
governance dengan proksi komisaris independen terhadap manajemen laba.
Perbandingan antara total
kewajiban dengan total aktiva perusahaan disebut leverage. Semua aktiva yang
didapat dari perusahaan bermula dari hutang. Menurut Ma’ruf (2008), semakin
besar leverage maka kemungkinan manajer untuk melakukan manajemen laba akan
semakin besar. Para investor akan menghadapi risiko dan meminta keuntungan yang
tinggi bila perusahaan mempunyai nilai leverage yang besar. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate
governance dengan proksi leverage terhadap manajemen laba.
Manajer dapat meramal
ukuran profitabilitas perusahaan melalui laba rugi yang telah didapat. Menurut Sudarmadji dan Sularto (2007), profitabilitas
merupakan suatu indicator kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan
yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan perusahaan. Profitabilitas dapat
dijadikan modal bagi manajer untuk melakukan keputusan-keputusan yang akan
diambil dalam mengelola perusahaan. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate
governance dengan proksi profitabilitas terhadap manajemen laba.
G.
Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan
penelitian terapan dengan menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini akan dijelaskan
bagaimana pengaruh variabel independen (keberadaan komisaris independen, keberadaan
komite audit, independen auditor, profitabilitas, dan leverage) terhadap variabel dependen yakni manajemen laba.
Penelitian ini bersifat asosiatif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau
lebih.[7] Dengan penelitian ini maka
akan dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan,
dan mengontrol suatu gejala.
2. Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data yang didapat secara tidak langsung dari obyek penelitian.
Jenis datanya berupa data kuantitatif dan kualitatif, yaitu berupa laporan
keuangan perusahaan perbankkan yang telah go public di BEI selama periode
2007-2008 dan laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
selama periode 2006-2008. Data ini merupakan data poling, yaitu data yang waktunya
lebih dari satu waktu tertentu dan merupakan urutan.
3. Sampel Penelitian
Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah cara
pengambilan sampel yang sudah dipilih secara cermat sehingga relevan dengan
rancangan penelitian.
4.
Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu:
a.
Komisaris Independen=
Jumlah anggota dewan komisaris dari luar
perusahaan
Seluruh anggota dewan komisaris perusahaan
b.
Komite Audit
Komite Audit = Jumlah
anggota komite audit dari luar
Jumlah seluruh anggota komite audit
c.
Independen Auditor
Independen
Auditor merupakan variable dummy. Angka 1 digunakan untuk mewakili perusahaan
yang menggunakan auditor yang sama selama 3 tahun, yang berarti tidak memiliki
sikap independen. Angka 0 digunakan perusahaan yang mengganti auditornya dalam
waktu kurang dari 3 tahun, yang berarti memiliki sikap independen.[8]
d.
Profitabilitas
ROA= Laba berseih setelah pajak
Total asset
Probabilitas dapat diukur dengan skala Return On Asset (ROA) yaitu
perbandingan antara laba bersih setelah pajak terhadap total asset.
e.
Leverage
Lev = Total hutang
Total asset
Diukur dengan menggunakan skala rasio total hutang terhadap total
asset.
5. Alat Uji Statistik
Uji Asumsi Klasik :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji
apakah
dalam
model regresi, variabel pengganggu
atau
residual
mempunyai
distribusi
normal atau mendekati
normal (Ghozali, 2007: 110). Model regresi
yang baik adalah
memiliki distribusi
data
normal atau mendekati
normal.
2.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk
mengetahui apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau tidak, model
yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi
yang
tinggi
diantara
variabel
bebas.[9]
3. Uji Autikolerasi
Uji ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan period t-1 (sebelumnya). Model
regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi.[10]
4.
Uji Heteroskedastisitas
Menurut Imam Ghozali (2007: 105)
uji
heteroskedastisitas
bertujuan
menguji apakah dalam
model
regresi terjadi ketidaksamaan varians
dari
residual satu pengamatan
ke
pengamatan lain.
Analisis Data
DA= β0
+β1X1 +β2X2 +β3X3 +β4X4 +β5X5 +e
Keterangan:
DA = Discretionary
Accruals
β0 =
Konstanta
β1 -- β5 =
Koefisien Regresi
X1 = Keberdaan komisaris Independen
X2 = Komite Audit
X3 = Independen Auditor
X4 = Profitabilitas
X5 = Leverage
e = Variabel
Residual (Tingkat Kesalahan)
[1]Kaihatu, Thomas S. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia.” 16 November 2009. Diambil dari http://leosukmawijaya.wordpress.com/2009/11/16/good-corporate-governance-dan-penerapannya-di-indonesia-thomas-s-kaihatu-staf-pengajar-fakultas-ekonomi-universitas-kristen-petra-surabaya/. Diakses pada
tanggal 24 Maret 2012.
[2]Sefiana, Eka. 2009 “Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan
Perbankan yang telah Go Public Di
Bei.” Universitas Gunadarma.
[3]Guna, Weelvin
I, dan Arllen Herawaty. 2010. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen
Laba.” STIE Trisakti.
[4]Guna, Weelvin
I, dan Arllen Herawaty. 2010. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen
Laba.” STIE Trisakti.
[5]Guna, Weelvin
I, dan Arllen Herawaty. 2010. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen
Laba.” STIE Trisakti.
[6] Sefiana, Eka.
2009 “Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan
Perbankan yang telah Go Public Di
Bei.” Universitas Gunadarma.
[7]Widya. “Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth
Opportunity, Profitability, dan Bussiness Risk pada Struktur
Modal Perusahaan Manufaktur Di Indonesia yang Termasuk dalam Daftar Efek
Syari’ah Tahun 2009-2011.” Skripsi UIN Suka, 2011.
[8]Guna, Weelvin
I, dan Arllen Herawaty. 2010. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen
Laba.” STIE Trisakti.
[9]Widya. “Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth
Opportunity, Profitability, dan Bussiness Risk pada Struktur
Modal Perusahaan Manufaktur Di Indonesia yang Termasuk dalam Daftar Efek
Syari’ah Tahun 2009-2011.” Skripsi UIN Suka, 2011.
[10]Widya. “Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth
Opportunity, Profitability, dan Bussiness Risk pada Struktur
Modal Perusahaan Manufaktur Di Indonesia yang Termasuk dalam Daftar Efek
Syari’ah Tahun 2009-2011.” Skripsi UIN Suka, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar