MONOPOLI
BAB 1
PENDAHULUAN
MONOPOLI
Monopoli berasal
dari bahasa Yunani, yaitu mono yang berarti tunggal, sendiri atau
satu-satunya dan poli yang artinya adalah banyak. Monopoli dipergunakan
untuk menunjukkan suatu keadaan di mana seseorang menguasai pasar, di mana
pasar tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau produk substitusi
yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk
menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum
persaingan pasar atau tertentu atas satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha, hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.[1]
Monopoli
(ihtikar) berasal dari kata hakr, yang berarti mengumpulkan dan menguasai
barang kebutuhan. Ihtikar digunakan oleh para ahli Fiqh Islam untuk menyatakan
hak istimewa untuk mengumpulkan dan menguasai barang kebutuhan dalam upaya
mengantisipasi kenaikan harga. Dengan kata lain, ihtikar berarti proses
memonopoli produk agar mengakibatkan terjadinya kenaikan harga.
Praktek-praktek
monopoli di dalam masyarakat sudah banyak terjadi, contohnya adalah Hoarding
atau penimbunan, penimbunan dapat diartikan sebagai usaha menahan peredaran
barang di pasar sehingga terjadi kelangkaan dan menjualnya ketika harga naik.
Penimbunan ini mengakibatkan masyarakat terpaksa harus membeli barang tersebut
dengan harga tinggi.
Akibat atau
dampak yang timbul dari adanya praktek monopoli adalah dari segi ekonomi, yang
pertama, harga yang terlalu tinggi akan menimbulkan kelesuan ekonomi. Yang
kedua, terganggunya mekanisme pasar dan stabilitas ekonomi, karena mekanisme
pasar akan berjalan secara normal jika terbentuk suatu pasar persaingan
sempurna. Yang ketiga, menyebabkan inflasi, monopoli dengan harga tinggi dapat
menyebabkan inflasi, sehingga akan memberatkan konsumen dan masyarakat pada
umumnya. Dari segi moral, monopoli dapat membentuk manusia yang egois,
individualis dan matrealistis.
Beberapa bentuk
monopoli yang diperbolehkan:
1. Monopoli
yang dicapai dengan adanya skala ekonomis
Skala
ekonomis terjadi jika suatu perusahaan dapat memproduksi barang dalam jumlah
besar dan hampir memenuhi permintaan pasar yang ada. Tingginya permintaan
disebabkan oleh keunggulannya dalam bersaing.
2. Monopoli
dengan kebijakan pemerintah
a. Hak
paten atau hak cipta
b. Hak
monopoli
Tujuan pemerintah
memberikan hak monopoli tersebut dimaksudkan untuk kesejahteraan masyrakat.
Sebab jika hal ini dikelola
oleh swasta murni jelas akan menimbulkan kemadharatan.
c. Monopoli
oleh badan pemerintahan
Dalam
hal ini pemerintah mempunyai perusahaan sendiri untuk menambah pemasukan
keuangan negara, walaupun terkadang perusahaan milik pemerintah ini ada yang
berbentuk persero, akan tetapi perusahaan ini tentunya menguasai hajat hidup
orang banyak
BAB 2
ISI
Ø Hadits Nabi
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ حَدَّثَنَا
حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو
بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ قَالَ مُسْلِم و حَدَّثَنِي بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ عَمْرِو بْنِ
عَوْنٍ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ أَبِي مَعْمَرٍ أَحَدِ
بَنِي عَدِيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ عَنْ
يَحْيَى
(HR. muslim : 3112)
Ø Syarah
قوله : ( لا يحتكر إلا خاطئ ) بالهمز أي عاص آثم
. ورواه مسلم بلفظ : من احتكر فهو خاطئ . قال النووي : الاحتكار المحرم هو في الأقوات
خاصة بأن يشتري الطعام في وقت الغلاء ولا يبيعه في الحال بل ادخره ليغلو , فأما إذا
جاء من قريه أو اشتراه في وقت الرخص وادخره وباعه في وقت الغلاء فليس باحتكار ولا تحريم
فيه , وأما غير الأقوات فلا يحرم الاحتكار فيه بكل حال انتهى . واستدل مالك بعموم الحديث
على أن الاحتكار حرام من المطعوم وغيره ذكره ابن الملك في شرح المشارق كذا في المرقاة
. قوله : ( فقلت ) قائله محمد ابن إبراهيم ( لسعيد ) أي ابن المسيب ( يا أبا محمد
) كنية سعيد بن المسيب ( إنك تحتكر قال ومعمر ) أي ابن عبد الله بن فضالة ( قد كان
يحتكر ) أي في غير الأقوات ( والخبط ) بفتح الخاء المعجمة والموحدة الورق الساقط أي
علف الدواب ( ونحو هذا ) أي من غير الأقوات قال ابن عبد البر وآخرون إنما كانا يحتكران
الزيت . وحملا الحديث على احتكار القوت عند الحاجة إليه . وكذلك حمله الشافعي وأبو
حنيفة وآخرون قوله : ( وفي الباب عن عمر ) مرفوعا : من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه
الله بالجذام والإفلاس . أخرجه ابن ماجه قال الحافظ في الفتح : إسناده حسن . وعنه مرفوعا
بلفظ : الجالب مرزوق والمحتكر ملعون . أخرجه ابن ماجه وإسناده ضعيف . ( وعلي ) لم أقف
على حديثه ( وأبي أمامة ) مرفوعا : من احتكر طعاما أربعين يوما ثم تصدق به لم يكن له
كفارة . أخرجه رزين ( وابن عمر ) مرفوعا : من احتكر طعاما أربعين ليلة فقد برئ من الله
وبرئ منه - أخرجه أحمد والحاكم قال الحافظ في الفتح في إسناده مقال . وفي الباب عن
أبي هريرة مرفوعا : من احتكر حكرة يريد أن يغالي بها على المسلمين فهو خاطئ . أخرجه
الحاكم ذكره الحافظ وسكت عنه . وعن معاذ مرفوعا : من احتكر طعاما على أمتي أربعين يوما
وتصدق به لم يقبل منه . أخرجه ابن عساكر . قوله : ( ورخص بعضهم في الاحتكار في غير
الطعام ) واحتجوا بالروايات التي فيها التصريح بلفظ الطعام . قال الشوكاني في النيل
: وظاهر أحاديث الباب أن الاحتكار محرم من غير فرق بين قوت الآدمي والدواب وبين غيره
. والتصريح بلفظ الطعام في بعض الروايات لا يصلح لتقييد باقي الروايات المطلقة . بل
هو من التنصيص على فرد من الأفراد التي يطلق عليها المطلق وذلك لأن نفي الحكم عن غير
الطعام إنما هو لمفهوم اللقب وهو غير معمول به عند الجمهور , وما كان كذلك لا يصلح
للتقييد على ما تقرر في الأصول . قوله : ( قال ابن المبارك لا بأس بالاحتكار بالقطن
والسختيان ) قال في القاموس السختيان ويفتح جلد الماعز إذا دبغ معرب .
Ø
Pandangan Para Ulama
Imam al-Gazali (ahli fikih mazhab
asy-Syafi’i)
dimana beliau berpendapat bahwa yang dimaksud al-Ihtikar hanyalah terbatas pada
bahan makanan pokok saja. Sedangkan selain bahan makanan pokok (sekunder)
seperti, obat-obatan, jamu-jamuan, wewangian, dan sebagainya tidak terkena
larangan meskipun termasuk barang yang dimakan. Alasan mereka adalah karena
yang dilarang dalam nash hanyalah makanan. Menurut mereka masalah ihtikar
adalah menyangkut kebebasan pemilik barang untuk menjual barangnya. Maka larangan
itu harus terbatas pada apa yang ditunjuk oleh nash. Kelompok ini
mendefinisikan al-ikhtikar terbatas pada makanan pokok saja.
Sedangkan kelompok ulama yang
mendefinisikan al-Ihtikar lebih luas dan umum diantaranya adalah Imam Abu Yusuf
(ahli fikih mazhab Hanafi). Beliau menyatakan bahwa larangan ihtikar tidak
hanya terbatas pada makanan, pakaian dan hewan, tetapi meliputi seluruh produk
yang dibutuhkan masyarakat. Menurut mereka, yang menjadi ilat
(motivasi hukum) dalam larangan melakukan ihtikar tersebut adalah kemudaratan
yang menimpa orang banyak. Oleh karena itu kemudaratan yang menimpa orang
banyak tidak hanya terbatas pada makanan, pakaian dan hewan, tetapi mencakup
seluruh produk yang dibutuhkan orang. (Abdul Aziz Dahlan (ed) 1996: 655).
As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah
menyatakan al-Ihtikar sebagai membeli suatu barang dan menyimpannya agar barang
tersebut berkurang di masyarakat sehingga harganya meningkat sehingga manusia
akan mendapatkan kesulitan akibat kelangkaan dan mahalnya harga barang tersebut.
(As-Sayyid Sabiq, 1981: 162).
Fathi ad-Duraini mendefinisikan ihtikar
dengan tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan
memberikannya kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar
secara drastis disebabkan persediaan barang terbatas atau stok barang hilang
sama sekali dari pasar, sementara rakyat, negara, ataupun hewan (peternakan)
amat membutuhkan produk, manfaat, atau jasa tersebut. Al-Ihtikar menurut
ad-Duraini, tidak hanya menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas
dan bahkan jasa dari pembeli jasa dengan syarat, embargo yang dilakukan para pedagang dan pemberi jasa
ini bisa memuat harga pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa
tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat, negara, dan lain-lain. Misalnya,
pedagang gula pasir di awal Ramadhan tidak mau menjual barang dagangannya,
karena mengetahui bahwa pada minggu terakhir bulan Ramadhan masyarakat sangat
membutuhkan gula untuk menghadapi lebaran. Dengan menipisnya stok gula di
pasar, harga gula pasti akan naik. Ketika itulah para pedagang gula menjual
gulanya, sehingga pedagang tersebut mendapat keuntungan (profit) yang berlipat
ganda. (Abdul Aziz Dahlan (ed) 1996: 655).
Adiwarman Karim mengatakan bahwa
al-Ihtikar adalah mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara
menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah
ekonominya disebut dengan monopoly (Adiwarman Karim, 2000:154)
Dr. Zaki Badawi juga berargumentasi
bahwa pelarangan
monopoli juga berlaku
bagi sistem perbankan dan usaha-usaha yang lain. Monopoli dalam sistem
perbankan sebagai contoh, akan memberikan pemonopoli kekuatan finansial dan
praktek komersial dalam komunitasnya. Semangat Islam menyadari bahwa monopoli
akan memberikan hak otoritas yang tidak semestinya kepada beberapa kelompok
juga akan berdampak adanya ineffisiensi.
Ø
Keterkaitan antara kandungan hadits dengan persoalan
di masyarakat
Masalah
yang terjadi dalam masyarakat saat ini sangatlah beragam dan kompleks. Dengan
bertambahnya kebutuhan masyarakat dan keinginan pemenuh kebutuhan dengan cara singkat sehingga memunculkan
penyelesaian yang tidak jarang itu jelas-jelas bertentangan dengan agama maupun
aturan negara. Terlebih lagi dalam persoalan ekonomi ataupun dalam transaksi
jual-beli. Pada dasarnya aktivitas jual-beli itu bebas selama tidak
bertentangan dengan prinsip dan selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Prinsip -
prinsip yang dibangun dalam mekanisme pasar islam diantaranya : ar-Ridha,
berdasarkan persaingan sehat, kejujuran, dan keterbukaan. Ketika salah satu
prinsip tersebut dilanggar maka akan merusak mekanisme pasar.
Monopoli
(ikhtikar) merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang merusak mekanisme
pasar dan stabilitas harga. Monopoli ini diartikan penimbunan akan barang agar
tidak beredar dipasar, bertujuan untuk mengambil keuntungan di atas keuntungan
normal. Tentu hal ini telah melanggar prinsip yang ada dan menjadi faktor
perekayasa supply dan demand.
Ada
berbagai macam cara yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan monopoli
ini, diantaranya :
·
Tadlis
kuantitas
·
Tadlis
harga
·
Ghaban
faa-hisy
Menjual barang dagangannya diatas harga pasar
·
Talaqqi
rukban
Pedagang membeli dagangan si penjual sebelum penjual masuk ke pasar. Hal
ini dilarang karena akan merugikan si penjual, ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW :
عَنْ
طَا وُسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّا سٍ قَلَ: قَلَ رسول الله صلّى الله عليه وسلم :لاَ
تَلَقُّو ا الرُّكَّا بَ وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرُ‘ لِبَادٍ, قُلْتُ
لاِبْنِ عَبَّاسٍ: مَاقُوْلُهُ: وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرُ‘ لِبَادٍ,قَلَ:
لاَيَكُنُ لَهُ سِمْسَارًا.(متفق عليه والفظ للبخارى
“Dari thawus dari Ibnu abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah
SAW: “ Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang
kotamenjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti
sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orang-orang kota
menjualkan buat orang desa,” Ia menjawab: “Artinya janganlah ia menjadi
perantara baginya.” (Muttafaq alaih , tetapi lafazh tersebut dari bukhari).
Kita ketahui dalam sejarah, bahwa masyarakat Arab,
banyak mata pencariannya sebagai pedagang. Mereka berdagang dari negeri yang
satu kenegeri yang lain. Ketika mereka kembali, mereka membawa barang-barang
yang sangat dibutuhkan oleh penduduk ma’kah. Mereka datang bersama rombongan
besar yang disebut kafilah. Penduduk arab berebut untuk mendapatkan barang
tersebut karena harganya murah. Oleh karena itu banyak tengkulak atau makelar
mencegat rombongan tersebut di tengah jalan atau memborong barang yang dibawa
oleh mereka. Para tengkulak tersebut menjualnya kembali dengan harga yang
sangat mahal.
Maka
jelaslah bahwa monopoli (ikhtikar) yang dilakukan masyarakat tidaklah sesuai
dengan prinsip – prinsip mekanisme pasar islam. Dengan demikian, maka monopoli
dilarang di dalam islam.
Ø
Pendapat kelompok kami
Dengan
adanya monopoli terutama pada bahan makanan dan kebutuhan pokok manusia maka
akan memicu persaingan yang tidak sehat sehingga akan merusak mekanisme pasar
dan stabilitas harga di pasaran. Harga dipasaran pun akan mengalami kenaikan
sehingga apabila hal itu terus berlanjut maka suatu negara tersebut akan
mengalami inflasi.
Dengan
mengamati dan mencermati pendapat para ulama di atas, maka Kelompok kami
bersepakat bahwa monopoli (ikhtikar) dihukumi haram ketika hal itu merugikan
orang lain. Allah SWT juga telah melarang proses penimbunan ini dan mengancam
kepada mereka dengan siksa yang pedih. Ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surat at-Taubah ayat 34-35.
وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ
جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا
كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah
maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu
dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan
kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
BAB 3
KESIMPULAN
Monopoli
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana seseorang menguasai pasar,
di mana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau produk
substitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut
untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum
persaingan pasar atau tertentu atas satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha, hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Nabi melarang praktik
monopoli di masyarakat, ini sesuai dengan sabda nya : Dari
Ma’mar bin Abi Ma’mar, seorang Bani Adi bin Ka’b R.A. dia berkata: Rosulullah
SAW. Bersabda: “Tidaklah melakukan monopoli, kecuali orng yang salah”.
Dengan mengamati dan
mencermati pendapat para ulama di atas, maka Kelompok kami bersepakat bahwa
monopoli (ikhtikar) dihukumi haram ketika hal itu merugikan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
·
H. arifin, bey. Terjemah sunan Abi Dawud jilid
IV. 1993. Semarang: CV. Asy-syifa’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar